Pendidikan adalah hal penting dan utama untuk mengarungi masa depan generasi bangsa. Lembaga pendidikan memainkan peran besar dalam mewujudkan cita-cita tersebut. Lembaga pendidikan semisal pesantren adalah asli Indonesia yang telah teruji dan menghasilkan lulusan yang mandiri dan handal. Nilai kemandirian menjadi salah satu ciri khasnya, di samping keilmuan dan kedisiplinan tentunya.
Tantangan zaman sekarang jauh lebih berat dibandingkan sebelumnya. Peredaran narkoba, radikalisme, vandalisme, dan selainnya harus diwaspadai dalam tumbuh-kembang anak. Di samping itu, zaman kekinian ditandai oleh kemajuan alat komunikasi berbasis yang internet. Seolah dunia dalam genggaman dengan memiliki sebuah handphone kekinian. Fasilitas media sosial dengan segala platformnya tersaji secara gratis di dalamnya, asalkan kuota atau jaringan mencukupi. Informasi apa pun dapat diakses secara gratis dan instan. Terlebih dengan situasi pandemi saat ini yang mengharuskan anak bersekolah secara virtual. Di samping laptop, handphone seolah semakin menahbiskan diri sebagai media penting pembelajaran. Dengan begitu, penggunaan gadget kian tak terhindarkan oleh siswa sekolah.
Hanya saja, situasi demikian juga berpotensi negatif jika disalahgunakan. Frekuensi penggunaannya yang terlalu lama bagi anak tentu tidak baik untuk kesehatan mata ataupun gangguan lain yang bersifat psikologis. Berinteraksi dengan sebayanya tergantikan oleh aneka permainan yang dimanjakan oleh gadget. Belum lagi jika anak mengakses tontonan terlarang atau informasi yang tidak layak untuk usianya. Inilah beberapa hal yang butuh pengawasan dan pendampingan buat anak dalam kesehariannya di luar jam belajar formalnya.
Situasi demikian tentu dicemaskan oleh orang tua. Jika situasi demikian terus-menerus berlangsung, bagaimana mengatasinya sementara kemampuan orang tua mengawasi anaknya juga terbatas karena kesibukan atau selainnya. Di sinilah lembaga pendidikan seperti pesantren dan semacamnya menjadi sebuah alternatif. Anak yang belajar di pesantren dibatasi menggunakan gadget dan diajarkan ilmu alat untuk mendalami keilmuan Islam, serta dasar keilmuan lainnya.
Sebenarnya, pesantren bukanlah satu-satunya pembaga pendidikan untuk merespons situasi demikian. Pesantren tidak boleh juga menjadi semacam “bengkel” untuk anak. Minat dan bakat anak perlu juga dijajaki lebih awal, di samping stimulasi dari orang tua kepada anaknya akan pentingnya pendidikan keislaman dan kemandirian. Akan lebih baik jika memang anak punya ketertarikan sendiri menempuh pendidikannya di pesantren. Lain halnya kalau hanya kehendak orang tua—apalagi paksaan—sementara anaknya tidak ada minat sama sekali, karena pasti akan butuh waktu dan penyesuaian dengan lingkungan pesantren. Lembaga pendidikan tidak hanya pesantren, tetapi sekolah lain yang bukan pesantren juga telah terbukti memainkan peran besar mencetak generasi handal di masa depan. Yang paling penting sebenarnya adalah bukan lembaganya, tetapi penanaman moralitas, kedisiplinan, dan kemandirian kepada anak didik berikut keilmuan dan kemampuan berdamai dengan perkembangan masa kini dan masa depan.
Sebuah ungkapan hikmah menyebutkan bahwa “Jika seorang pelajar menyandang tiga hal, yaitu akal, adab, dan daya paham yang baik, sedangkan seorang pengajar atau guru menyandang tiga hal, yaitu kesabaran, rendah hati, dan berakhlak mulia, maka sempurnalah nikmat Allah Swt kepada pelajar dan pengajar itu”. Lembaga pendidikan model apa pun harus menghadirkan dan melestarikan kesemua hal tersebut, baik pada pelajar maupun guru. Menggapai ilmu butuh pengorbanan, baik finansial, waktu, maupun perasaan. Dalam prosesnya, seorang penuntut ilmu adalah tergolong di jalan Allah Swt (fi sabilillah), sehingga membutuhkan ketekunan, kesungguhan, dan optimisme akan limpahan berkah. Interaksi yang intens dan selalu mendapat bimbingan ataupun motivasi dari guru menjadi sebuah keniscayaan untuk menggapai kesuksesan. Realitas seperti itu sangat tersaji di lingkungan pesantren dan dapat menjadi sebuah pilihan.[]