TASAWUF RAMADAN (21)
PUASA TAJALLI (a)
Lebih Banyak dan Lebih Bermutu
Oleh: Husain Alfulmasi
Pada edisi 21-30 ini kita memasuki fase tajalli sebagai fase penampakan dan manifestasi Allah SWT dalam diri seorang hamba, merasakan pengalaman spiritual serta penyingkapan hakikat kebenaran menuju makrifat Allah.
Langkah star yang paling menentukan dalam fase tajalli adalah syukur.
Syukur adalah mengakui dan mengucapkan terima kasih atas nikmat yang diberikan oleh Allah baik lahiriyah maupun batiniah serta menggunakan nikmat tersebut sesuai dengan kehendak Allah dan tidak menyia-nyiakannya.
Kata syukur berasal dari bahasa Arab syakara (شكر) yang memiliki tiga huruf ش، ك، ر.
Huruf sya melambangkan asy-syuglu (الشغل) yang berarti sibuk sebagai salah satu karakteristik utama dari orang yang bersyukur.
Hamba yang bersyukur adalah hamba yang sibuk mengejawantahkan seluruh nikmat Tuhan yang diberikan kepadanya dalam bentuk kegiatan yang menghasilkan sesuatu yang baik pada agama, dirinya, keluarga maupun masyarakat umum.
Realisasi seseorang yang bersyukur ialah ketika diberi nikmat kesempatan dan waktu lapang dia manfaatkan benar waktu luang tersebut untuk melakukan aktivitas yang berguna.
Demikian pula seseorang diberi nikmat jabatan dan kekuasaan tertentu pada sebuah lembaga dia lalu menggunakan jabatan dan kekuasaan itu untuk melakukan terobosan-terobosan baru dalam rangka memajukan eksistensi lembaga dan kemakmuran rakyat.
Begitu pula semisal seseorang diberi nikmat kelebihan harta dia berdayagunakan harta tersebut untuk kepentingan dan kesejahteraan banyak orang.
Intinya, bersyukur itu muaranya semakin produktif dalam hidup.
Huruf yang kedua kaf sebagai simbol dari kata ‘kafiyah’ (كافية) yang menurut bahasa berarti yang mencukupi.
Orang yang bersyukur selalu merasa cukup berapapun yang diperoleh sebaliknya orang merasa berat mengucapkan syukur karena merasa belum dan tidak pernah cukup.
Huruf yang ketiga adalah huruf ra sebagai simbol ridho (رضا) yang bermakna rela dan senang.
Orang yang bersyukur adalah orang yang senang atas pemberian Tuhan. Dia menggantungkan harapan hidup dan kehidupannya kepada Sang Pemberi nikmat.
Oleh karena itu dia mesti selalu menyampaikan ungkapan terima kasih kepada Tuhan yang selalu memberinya nikmat yang tak terkira.
Dengan demikian semakin didayagunakan nikmat Tuhan secara positif dan produktif secara tidak langsung dan tanpa disadari kita telah menciptakan diri kita tidak hanya kaya tetapi juga makmur dan sejahtera.
Ini merupakan garansi langsung dari Allah yang berfirman dalam Al-Qur’an, surah Ibrahim ayat 7 bahwa jika kalian mendayagunakan nikmatku secara dinamis dan produktif maka Aku pasti menambahkan (kuantitas dan kualitasnya) nikmat-Ku itu lebih banyak lagi kepadamu, tetapi jika engkau mengingkari (tidak memanfaatkan dengan baik) maka Aku (Allah) akan mengganti nikmat positif itu menjadi petaka amat dahsyat yang kelak menyengsarakanmu baik di dunia maupun di kehidupan berikut akhirat.
Walhasil, sering-seringlah berterimakasih kepada Allah! Bukankah kita ingin nikmat lebih banyak dan lebih baik lagi?
Polewali, 21 Maret 2025.