Idul Qurban: Solidaritas Kemanusiaan Palestina

0
259

IDUL QURBAN: SOLIDARITAS KEMANUSIAAN PALESTINA

Oleh: Husain Alfulmasi (Dosen STAIN Majene dan Universitas DDI Polman)

Idul Adha, yang dikenal sebagai Lebaran Kurban, bukan sekadar ritual penyembelihan hewan. Ia adalah simbol kepatuhan, ketulusan, dan solidaritas kemanusiaan.

Melalui kisah Nabi Ibrahim dan putranya, Ismail, umat Islam diajarkan makna pengorbanan yang luhur sebuah bentuk penyerahan total kepada Tuhan yang berbuah kasih sayang kepada sesama manusia.

Momentum ini sejatinya adalah proklamasi kemanusiaan: bahwa hidup bukan untuk mementingkan diri, melainkan untuk berbagi dan peduli terhadap penderitaan orang lain.

Setiap kali Idul Qurban tiba, umat Islam di seluruh dunia menyambutnya dengan gema takbir dan semangat berbagi.

Di hari suci ini, makna pengorbanan, keikhlasan, dan kepedulian sosial menjadi inti dari perayaan.

Namun, di balik tenda-tenda penampungan pengungsi, puing-puing rumah yang hancur, dan wajah-wajah penuh luka di Palestina, kita dipanggil untuk memahami bahwa esensi Idul Qurban bukan hanya soal menyembelih hewan, tetapi juga membangkitkan nurani kemanusiaan terhadap mereka yang terzalimi.

Di sisi lain dunia, saat sebagian besar umat Islam merayakan Idul Qurban dengan pakaian terbaik dan hidangan istimewa, saudara-saudara kita di Palestina justru berjuang untuk bertahan hidup.

Sejak konflik intens kembali pecah pada Oktober 2023, situasi kemanusiaan di Gaza dan Tepi Barat semakin memburuk.

Menurut laporan OCHA PBB per Mei 2025: Lebih dari 36.000 warga sipil Palestina telah meninggal dunia.

Lebih dari 70% fasilitas kesehatan, rumah ibadah, dan sekolah hancur. Sekitar 2 juta warga Gaza hidup dalam blokade, tanpa akses cukup terhadap makanan, air bersih, dan listrik.

Anak-anak menjadi korban paling banyak, baik secara fisik maupun psikologis. Situasi ini bukan sekadar konflik politik, tapi krisis kemanusiaan yang menguji solidaritas umat Islam dan komunitas internasional.

Setiap daging hewan kurban yang dibagikan adalah deklarasi tak tertulis bahwa tak boleh ada manusia yang kelaparan di tengah keberlimpahan.

Ia menyuarakan bahwa keadilan sosial adalah bagian dari ibadah, dan kepedulian kepada yang lemah adalah bentuk keimanan yang paling nyata.

Namun, dalam gema takbir dan semangat berbagi ini, nurani kita tertumbuk pada kenyataan pahit di belahan bumi lain seperti di Palestina.

Di sana, masyarakat sipil hidup dalam bayang-bayang kekerasan, keterbatasan pangan, dan kehilangan anggota keluarga.

Mereka menjadi simbol nyata dari penderitaan kemanusiaan yang terus berlangsung. Anak-anak Palestina tumbuh bukan dengan permainan dan buku, tetapi dengan suara dentuman dan debu reruntuhan.

Apakah semangat Idul Adha akan berhenti di meja makan dan lembaran daging kurban semata?

Ataukah ia akan menjelma menjadi energi kolektif untuk menolak ketidakadilan dan memperjuangkan hak asasi manusia?

Jika kurban adalah simbol ketaatan, maka kepedulian pada Palestina adalah ujian empati dan keberpihakan terhadap nilai-nilai yang diajarkan Islam.

Lebaran Kurban harus menjadi momen refleksi global: bahwa kemanusiaan adalah nilai universal yang tidak mengenal batas geografi atau agama.

Umat Islam di seluruh dunia semestinya menjadikan Idul Adha sebagai seruan damai dan keadilan bahwa setiap tetes darah kurban adalah saksi janji kita untuk memperjuangkan hak hidup yang layak bagi semua manusia, termasuk rakyat Palestina.

Momen Idul Qurban bukan sekadar bantuan daging, solidaritas kita juga harus bersifat moral dan politis: menyuarakan kebenaran, menolak penjajahan, serta mendukung perjuangan kemanusiaan rakyat Palestina.

Sebagaimana sabda Rasulullah SAW: “Barang siapa tidak peduli terhadap urusan kaum Muslimin, maka dia bukan bagian dari mereka.” (HR. al-Hakim)

Perayaan Idul Qurban yang sejati tidak berhenti pada ibadah fisik, tapi berlanjut dalam bentuk keberpihakan terhadap nilai-nilai keadilan, kebebasan, dan perlindungan hak hidup.

Dalam konteks Palestina, ini berarti: Mendukung program kemanusiaan melalui donasi kurban, bantuan medis, dan pendidikan.

Mengedukasi masyarakat tentang kondisi Palestina melalui media sosial, diskusi, dan mimbar-mimbar masjid.

Menolak narasi yang menormalisasi penjajahan dan kekerasan terhadap rakyat sipil. Seperti yang disampaikan oleh tokoh kemanusiaan dunia, Desmond Tutu: “Jika kamu netral dalam situasi ketidakadilan, maka kamu berpihak pada penindas.”

Idul Qurban bukan hanya momen spiritual, tetapi juga tindakan kesadaran sosial. Palestina bukan hanya isu Timur Tengah; ia adalah cermin bagi umat manusia: sejauh mana kita benar-benar memahami makna kemanusiaan.

Ketika kita mengangkat pisau untuk berkurban, marilah kita juga mengangkat suara untuk keadilan. Karena sejatinya, kurban terbesar adalah mengorbankan diam kita atas kezaliman.

Dan Palestina, hari ini, adalah tempat di mana banyak orang membutuhkan bukan hanya daging, tetapi juga harapan, keberanian, dan pembelaan kita.

Karena pada akhirnya, nilai sejati dari berkurban bukanlah pada jumlah hewan yang disembelih, melainkan seberapa dalam kita menghidupkan kembali nurani untuk membela sesama.

ddi abrad 1