AG. Prof. Dr. H. A. Syamsul Bahri AG., Lc. MA.
Seseorang yang mempunyai idola, tentu saja prilakunya tidak jauh dari sosok yang diidolakan.
Berusaha menyukai hal-hal yang disukai idola, mengoleksi atribut-atribut yang ada hubungannya dengan idola, bahkan berusaha mati-matian berpola hidup seperti sang idola.
Begitu pula ketika kita mengaku mengidolakan Rasûlullâh. Konsekuensinya tentu saja kita semestinya menghidupkan akhlak mulia yang menjadi pujian Allah kepada baginda dalam kitab sucinya.
Jangan pernah mengaku mengidolakan Rasûlullâh jika membaca al-Qur’an saja jarang-jarang. Sholat wajib masih sering tertinggal. Bermuka manis terhadap sesama terasa sulit. Pelit untuk bersedekah. Gemar berbohong. Gunjing sana-sini. Tidak tepat waktu dan ingkar janji jadi kebiasaan.
Semua hal tersebut tentu saja bertentangan dengan apa yang telah dicontohkan oleh Rasûlullâh.
قل ان كنتم تحبون الله فاتبعوني يحببكم الله ويغفر لكم ذنوبكم والله غفور رحيم
Tafsirnya: Katakanlah: Jika kamu (benar-benar) mencintai Allâh, maka ikutilah (sunnah/petunjuk)ku, niscaya Allâh mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu, Allâh Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali ‘Imran: 31).
Imamul Mufassirin al-Thabarî, ketika menafsirkan ayat ini berkata, “Ayat yang mulia ini merupakan hakim (pemutus perkara) bagi setiap orang yang mengaku mencintai Allâh, akan tetapi dia tidak mengikuti jalan (sunnah) Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam, maka dia adalah orang yang berdusta dalam pengakuan tersebut dalam masalah ini, sampai dia mau mengikuti syariat dan agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad dalam semua ucapan, perbuatan dan keadaannya.
Berakhlaklah seperti hidayah alQur’an, karena ‘Aisyah radhiyallâhu ‘anha. ketika ditanya bagaimanakah akhlak nabi, menjawab Sungguh akhlak Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam adalah alQur’an. Barang siapa mengamalkan al-Qur’an dan sunnah, maka sungguh ia telah meneladani Rasûlullâh dengan sebenar-benarnya.
Contoh lain; dalam urusan kepemimpinan dalam Islam merupakan salah satu kewajiban agama diantara kewajiban lainnya, sebab agama tidak mungkin tegak tanpa pemimpin.
Hal ini erat kaitannya dengan fitrah manusia, dimana setiap manusia itu dilahirkan untuk menjadi seorang pemimpin.
Seperti sabda Rasulullah, maksudnya:
“setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawabannya” (HR. Bukhari dan Muslim).
Hanya tingkatan pemimpin itu yang berbeda, ada yang memimpin dalam lingkup kecil seperti lingkup keluarga, sampai lingkup yang paling besar seperti menjadi pemimpin suatu negara.
Namun di level mana pun seorang pemimpin pasti ingin menjadi pemimpin yang sukses dan ditaati.
Pemimpin yang sukses adalah pemimpin yang mampu membawa perubahan yang lebih baik pada yang dipimpinnya.
Kepimpinan sesungguhnya tidak ditentukan oleh pangkat ataupun jabatan seseorang.
Kepemimpinan adalah sesuatu yang muncul dari dalam dan merupakan buah dari keputusan seseorang untuk mau menjadi pemimpin, baik bagi diri sendiri, keluarga, lingkungan sekitanya, maupun lingkungan masyarakat luas/negara.
Kepemimpinan adalah sebuah keputusan dan lebih merupakan hasil proses dari perubahan karakter atau transformasi internal dalam diri seseorang.
Kepemimpinan bukanlah jabatan atau gelar, melainkan sebuah kelahiran dari proses panjang dalam diri seseorang.
Ketika seseorang menemukan visi dan misi hidupnya, ketika terjadi perdamaian dalam diri (inner peace) dan membentuk bangunan karakter yang kokoh, ketika setiap ucapan dan tindakannya mulai memberikan pengaruh pada lingkungannya, dan ketika keberadaannya mendorong perubahan dalam organisasinya, maka pada masa itulah seseorang lahir menjadi pemimpin sejati.
Pemimpin sejati bukan sekedar gelar atau jabatan yang diberikan dari luar melainkan sesuatu yang tumbuh dan berkembang dari dalam diri seseorang.
Kepemimpinan merupakan salah satu topik yang selalu menarik untuk dikaji dan diteliti, karena paling banyak diamati sekaligus fenomena yang paling sedikit dipahami.
Fenomena kepemimpinan di sebuah negara juga telah membuktikan bagaimana kepemimpinan telah berpengaruh sangat besar terhadap kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Dalam kehidupan apapun, kepemimpinan berpengaruh sangat kuat terhadap jalannya organisasi dan kelangsungan hidupnya.
Sebaliknya, jika pemimpin tidak pernah menggunakan nilai-nilai prophetic intellegence dalam kepimpinannya maka jangan pernah berharap roda organisasi akan berjalan dengan baik.
Maka kalau sudah meninggalkan prinsip-prinsip yang telah ditanamkan Rasulullah tentunya suatu organisasi akan tenggelam dan selanjutnya tinggal menunggu masa kemundurannya.
Kepimpinan sebagai salah satu penentu arah dan tujuan organisasi harus mampu melakukan perubahan-perubahan konstruktif.
Pemimpin yang tidak dapat mengantisipasi dunia yang sedang berubah ini, atau setidaknya tidak memberikan respon, besar kemungkinan akan memasukkan organisasinya dalam situasi stagnasi dan akhirnya mengalami keruntuhan.
Ada dua hal penting dalam prinsip-prinsip kepemimpinan Rasulullah:
– Bertaqwa kepada Allâh
Kepimpinan yang dilandasi dengan taqwa akan melahirkan suatu sistem masyarakat yang tidak mengenal diskriminasi di antara mereka sebab pemimpin dalam menjalankan tugas kepemimpinannya lebih merupakan pengabdian kepada masyarakat sekaligus dalam rangka beribadah kepada Allâh SWT.
– Menjadikan pemimpin sebagai pemegang amanah
Dalam Islam, sesungguhnya pemimpin itu adalah pemegang amanah dari Allâh SWT, sehingga tidak saja harus dipertanggungjawabkan di dunia akan tetapi juga harus dipertanggungjawabkan di akhirat.
Banyak di antara kita yang tidak menyadari, bahwa seorang pemimpin sejati seringkali tidak diketahui keberadaannya oleh mereka yang dipimpin.
Bahkan ketika misi dan tugas terselesaikan, maka seluruh anggota tim akan mengatakan bahwa merekalah yang melakukan sendiri.
Pemimpin sejati adalah seorang pemberi semangat (encourager), motivator, inspirator dan maximizer.
Konsep pemikiran seperti ini adalah sesuatu yang baru dan mungkin tidak bisa diterima oleh para pemimpin konvensional yang justru mengharapkan penghormatan dan pujian (honor and praise) dari mereka yang dipimpin.
Semakin dipuji semakin tinggi hati dan lupa dirilah seorang pemimpin itu.
Justru pemimpin sejati mesti harus menerapkan pola kepemimpinan yang didasarkan pada kerendahan hati (humble).
Nabi Muhammad adalah pemimpin yang sangat berhasil. Baginda berhasil merubah masyarakat Arab yang awalnya berperilaku jahiliyah menjadi masyarakat madani yang berperadaban tinggi dan mulia.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan kepimpinan Rasûlullâh sangat berhasil, diantaranya:
– Sejak kecil baginda telah memiliki kepribadian yang sungguh mulia.
– Dalam hal memimpin selalu berpedoman pada aturan, dalam hal ini adalah wahyu Allâh.
– Dalam hal yang bersifat ijtihadiyah baginda selalu bermusyawarah dengan para sahabat.
– Sebagai seorang pemimpin, baginda selalu bersama umatnya dan merasakan apa yang dirasakan oleh umatnya.
– Dalam memimpin, baginda tidak hanya membimbing dan mengarahkan dari balik meja, tetapi baginda terjun langsung ke lapangan.
– Baginda sangat konsisten dengan apa yang disampaikan.
– Baginda sangat baik hati, lemah lembut, sederhana, jujur, amanah dan bersahaja.