Pimpinan Pusat Ikatan Mahasiswa Darud Da’wah wal Irsyad (PP IMDI) menggelar kegiatan Dialog Refleksi usai meramaikan momentum perayaan Semesta Milad DDI ke-85 tahun di Karebosi, Makassar.
Dialog mengangkat tema “DDI Kini dan Nanti” itu digelar di Warkop Sentral, Jl. Anggrek Raya, Kota Makassar, Minggu (17/12/2023) malam.
“Tujuannya adalah refleksi usia DDI yang tidak lagi muda. Saya pikir, melalui momentum ini, IMDI punya peran untuk turut menyumbangsihkan gagasan,” kata Ketua Umum PP IMDI Hery Syahrullah di sela-sela kegiatan.
Ia menegaskan, kader IMDI tidak boleh hanya eksis dalam ranah kerja-kerja fisik dan teknis saja setiap kali ada even digelar. Tapi juga mesti turut terlibat mewarnai gagasan untuk pengembangan organisasi DDI ke depan.
Sebab, basis kaderisasi intelektual DDI sesungguhnya ada di akar rumput IMDI. Sayang sekali jika potensi ini hanya melibatkan diri di persoalan-persoalan teknis.
“Terlibat dalam kerja-kerja teknis memang wajib untuk IMDI, namun upaya untuk memunculkan gagasan dan pemikiran pembaharuan untuk DDI juga jangan serta-merta dilupakan,” tegas Hery.
Ketum PP IMDI Masa Bakti 2004-2008, Muh. Qasim Abu Bakar hadir sebagai pembicara dalam kegiatan yang diikuti perwakilan berbagai cabang tersebut.
Ia pun berpesan bahwa esensi gerakan IMDI adalah kaderisasi. Sebab, IMDI adalah generasi pelanjut yang kelak diharapkan mampu melanjutkan prosesnya di tubuh organisasi induknya, DDI.
Hingga hari ini, kaderisasi itu masih terus berlanjut dengan berbagai tantangan zaman yang dihadapi.
Keeksisan IMDI dalam melakukan kaderisasi inilah mesti turut mendapat perhatian dari PB DDI. Apalagi, tidak sedikit tokoh yang telah dilahirkan imbas dari kaderisasi ini, baik itu yang berasal dari latar belakang pesantren DDI maupun di luar dari itu. Semuanya melebur, menyatu dalam satu kesatuan keluarga besar Ad-Dariyah..
“Memperlakukan kader dalam posisi yang sama (tanpa melihat latar belakang kepesantrenan) mesti menjadi perhatian, agar selurunya merasa ada dan dibutuhkan dalam proses perjalanan organisasi kita tercinta ini,” pungkas Qasim.
Ketua Majelis Pembina PP IMDI, H. Azhar Arsyad turut hadir menjadi pembicara.
Melalui Dialog itu, ia mengungkapkan, IMDI mesti mendorong PB DDIÂ agar menuntaskan secara elegan perbedaan dan perdebatan klasik yang terus-menerus muncul ke permukaan. Utamanya soal sejarah kelahiran.
Azhar pun mengisahkan, pada periodenya, ia sempat membentuk tim perumus untuk menuliskan rentetan perjalanan sejarah DDI dari masa ke masa. Proyek tersebut dikerjakan dalam kurun waktu satu hingga dua tahun dengan berbagai rangkaian kegiatan ilmiah dilakukan. Mulai dari proses wawancara hingga kajian pustaka. Setelah semua rampung, hasil penulisan itu dilokakaryakan melalui forum resmi DDI, sebelum akhirnya diterbitkan.
“Jadi setelah itu, saya mengira, apa yang berkaitan tentang soal kesejarahan DDI mestinya sudah tidak ada lagi perdebatan. Sebab, segalanya telah dilakukan rangkaian kegiatan penulisan ilmiah dan dilokakaryakan dalam forum resmi yang sah. Ternyata belakangan, masih saja menjadi soal,” papar Azhar yang juga Mantan Sekjend PB DDI ini.
Ketum PP IMDI Masa Bakti 1992-1997 ini menegaskan, segala bentuk perubahan dan peralihan kesepakatan yang terjadi dalam aktifitas organisasi, mesti dilakukan dalam forum tertinggi yang punya wewenang untuk itu. Yakni, Muktamar.
Menurutnya, prinsip itu mesti menjadi harga mati dalam setiap langkah perjalanan organisasi. Termasuk di DDI.
“Segala perubahan yang terjadi dalam DDI tanpa melalui kesepakatan forum tertinggi Muktamar, maka itu tertolak secara organisasi,” tegas Azhar.