Sahabat Sejati

0
50

Sahabat Sejati

Suf Kasman

Sebuah pameo sensibel: “Carilah Sahabat Seperti Cermin”: kita gembira dia gembira, saat kita berduka, dia pun berduka.

Jangan seperti kuali; depan lain, belakang juga lain. Kombê’!

Apa itu Kombe’?

Bali Bella’ (inkonsisten).

Bila bersamaan muncul Ula’ Bolong Na Kombê’, lebih baik matikan dulu Kombê’.

Sebab, Kombê’ itu teman menjelma putih dan hitam (plin-plan),

Sejawat berjubah malaikat, bertanduk iblis.

Waspadalah!

Dia adalah lawan!

Kawan yang menentang.

Musuh berpura-pura menjadi sahabat.

Namun,

Yang bernama sahabat sejati, hatinya natural rancak bertabur bunga kasih, MAPPAKO E👍

Salah satu keindahan persahabatan sejati adalah kemampuan untuk saling memahami dan dimegerti satu sama lain. Dan eloknya lagi, sahabat yang baik tidak pernah mencelakai & menceritakan kejelekan sahabatnya. Justru dia dominan melindungi, menasehati dan tulus mengasihi. Indah sekali perangai sahabat sejati itu: ikhlas dan Mamasê’ Ladde’.

Sahabat sejati tidak akan membuka aib karibnya, walau sedang dalam perselisihan.

Di antara 100 teman datang mengerumuni, belum tentu ada 5 orang sahabat sejati. Selainnya, hanyalah mitra kepura-puraan dan hipokrit, malah ada teman lebih kurang ajar, “Musuh dalam selimut”.

Ya, “Musuh dalam selimut”, yaitu oposan yang bersembunyi di balik keakraban, seseorang yang tampak sebagai orang terdekat, tetapi sebenarnya ‘’Ula’ Makkuluwali’ memiliki niat jahat. Ini paling banyak muncul di era kekinian. Hati-hati saja.

Aku muak melihat sosoknya; dia bukan sahabat sejati, tapi teman sakit hati.

Ada Uang Abang Disayang, Tak Ada Uang Abang di Ketok Magic.

Berwajah religius, berhati Parakang.

Sungguh, betapa luhur sahabat sejati itu, dia selalu mensupport dan pembangkit stimulan, baik saat susah maupun senang. Ia selalu senang hati mendengarkan unek-unek sahabatnya, membuat kita nyaman.

“Seseorang tergantung pada agama sahabat dekatnya, maka hendaklah salah seorang dari kalian melihat siapa yang dia jadikan sebagai sahabat sejati.” (Hadis)

Saudaraku

Carilah sahabat yang mau menerimamu dengan apa adanya, bukan ADA APANYA.

Nikmati waktumu bersama sahabat sejatimu, sebelum datang waktu di mana kamu lama baru bisa bertemu dengan sahabat sejatimu lagi.

Hikayat

Momen trenyuh pertemuan dua orang sahabat usai berpisah puluhan tahun.

Bagaimana jika keduanya bertemu dengan sahabat yang sudah lama tidak bersua? Pastinya sangat menyenangkan sekaligus mengharukan.

Pernah terjadi 2 orang sahabat berpisah sejak tamat SD. Yang satunya pergi ke Malaysia merantau sebutlah La Salêng. Dan seorang lagi tinggal di kampung halaman bertani, bernama Ambo Kulau.

La Salêng dan Ambo Kulau, persahabatan keduanya terbentuk saat masih kecil; yang sampai saat ini masih intens berkomunikasi walau keduanya berbeda distrik.

Sejak keberangkatannya La Salêng ke Malaysia, belum pernah pulang selama 30an tahun, sehingga La Salêng tertular dialek melayu Malaysia, berakhiran “e”. Mis kata jumpa berarti jumpe, percuma disebut percume.

Singkatnya,

La Salêng kangen kampung halaman, ingin pulang ke tempat dimana dia dilahirkan, sekaligus rindu bertemu sahabat lamanya Ambo Kulau.

Kerap teringat masa-masa kecilnya ketika pergi Mampi’ Têdong, Mappabittê Manu’, Mattikkeng Lênrong, Massorong Oto Mogo’, Nalellung Asu Jangeng.

Ambo Kulau sudah mengetahui sahabatnya La Salêng mau pulang ke Tanah Air. Akhirnya Ambo Kulau pasang strategi untuk jemput di Pelabuhan saking kangennya sama sahabatnya La Salêng.

Singkatnya, setiba kapal merapat di Pelabuhan Nusantara Pare-pare, ratusan penumpang dan awak kapal mulai turun melalui tangga utama.

Dari kejauhan La Salêng sudah kelihatan turun dari kapal, karena postur tubuhnya kurus tinggi Matanrê Longgak (Magêangngi’ Mitai).

Dulu cakep, kini Cakkeppo’.

Dan tampak jenggotnya bergelantungan kira-kira 12 helai mirip kumis kucing anggora.

Ambo Kulau pun demikian, penampilannya masih tetap sep dulu pancê’ dêrê’ (gemuk pendek), hanya saja giginya mulai permisi satu persatu. Kalau ketawa Dê’na Jê na Micawa, Mangnganga Mani.

Sejak tadi pagi Ambo Kulau menunggu di ruang tunggu terminal pelabuhan, sudah menghabiskan 2 cangkir kopi Maccandu, Lima Sanggara’ Panasa, Tellu Taripang na gêso’, saking lamanya menunggu sahabat sejatinya.

La Salêng bergegas meninggalkan kapal menuju ruangan jemputan. Sambil berjalan membawa tasnya terlalu berat, entah apa isinya bunyi kresek-kresek Mappatasseleng-seleng.

Kedua Tangannya menenteng 3 kantong berisi Milo Sachet Malaysia dan teh Tarik Less Sweet produk Negeri Jiran. Pasti hadiah untuk keluarga di kampungnya nanti. Siapa cepat, dia dapat. Yang terlambat, Lanta’ Golo’ Dê Musita!

Kurang lebih jarak 4 meter La Salêng dan Ambo Kulau saling bertemu masing-masing memelototi penuh kegembiraan. Kedua pandangannya menelusuri dari ujung kepala hingga kaki, lalu fokus ke wajah tuanya sambil ketawa kegirangan. Mirip mau membeli seekor sapi untuk kurban, diperiksa semua jangan sampai engka Mappakatau’-tau’. Atau apa saja yang berubah diantara keduanya.

La Salêng memeluk tubuh Ambo Kulau, sambil berkata “Oooo Lama Tak Jumpeeeeee….!!!” (logat setengah orang Malaysia)

Ambo Kulau dari kampung terpaksa mengimbangi aksennya La Salêng, “Manengkeeeee…!!!”

Keduanya berpelukan ala Upin Ipin dilanjut cipika-cipiki.

Keduanya terbayang nostalgila eh nostalgia sejak kecilnya saat begadang bersama-sama, bersekutu Lao Mittê’ Pao Macang. Bergotong royong

Narêmpeki Jampunna nênê Satong,

kompak Lao Mampi Têdong. Waktu kecilnya tidak pernah pisah, selalu bersama-sama menjadi sekutu.

Saudaraku,

Persahabatan tidak butuh kawan yang bisa mendampingi dari awal, tapi sahabat yang bisa mendampingi kita sampai akhir.

14 April 2025.

ddi abrad 1