SHALAT DI MATA PARA SUFI
Al-Khujwiri, Shalat mengandung seluruh tahap perjalanan menuju Tuhan, dari pertama hingga akhir, yang di dalamnya semua maqamat (stasiun-stasiun spiritual) terungkap.
Bagi para sufi, wudhu bermakna tobat, menghadap kiblat bermakna kebergantungan kepada sang pembimbing spiritual, berdiri dalam shalat bermakna kediaman-diri, membaca ayat-ayat Alquran (dalam shalat) bermakna perenungan batin (zikir), ruku’ bermakna kerendahan hati, sujud bermakna pengetahuan diri, membaca syahadat bermakna kemesraan dengan Tuhan, dan salam bermakna pemisahan diri dari dunia dan “melepaskan diri” dari ikatan “stasiun-stasiun” (maqamat).
Ibn ‘Arabi, Shalat adalah puncak pertemuan antara Tuhan dan hamba, yang melaluinya seorang manusia yang memiliki penglihatan batin (dhu bashar—dapat “melihat Tuhan! Shalat berarti penyaksian musyahadah dan penglihatan (vision, ru’yah) akan Allah.
Abu Thalib Al-Makki, Bagi orang yang mengenal Allah (‘arif), setiap ucapan dalam shalat mengarah pada sepuluh tingkatan (maqam) dan penyaksian (musyahadah) kepada Allah, yaitu: (1) mengimani (iman), (2) berserah diri (islam), (3) bertobat (taubah), (4) bersabar (shabr), (5) ridha (ridha), (6) takut (khauf), (7) berharap (raja’), (8) bersyukur (syukr), (9) mencintai (mahabbah), dan (10) bertawakal kepada-Nya (tawakkul). Kesepuluh makna ini merupakan tingkatan tingkatan keyakinan.
Jalaluddin Rumi, Shalat adalah simbol seluruh kehidupan seseorang. Lewat shalat, kita mendapatkan cahaya petunjuk yang akan membimbing kehidupan kita. Shalat adalah juga percakapan paling dalam dan mesra antara pencinta dan yang dicinta.
Imam Al-Ghazali, Shalat memancarkan cahaya-cahaya di dalam hati, yang selanjutnya akan merupakan kunci bagi ilmu-ilmu mukasyafah, yang melaluinya terbuka pintu-pintu langit bagi si hamba yang sedang shalat serta dihadapinya ia oleh Allah Swt. dengan wajahNya.
Ibn Al-Qayyim Al-Jauziyah, Sebagaimana buah puasa adalah penyucian jiwa, buah zakat adalah penyucian harta, buah haji adalah jaminan ampunan, buah jihad adalah penyerahan diri kepada-Nya yang semuanya diberikan Allah Swt. untuk hamba-Nya dengan surga sebagai imbalannya, maka buah shalat adalah menghadapnya
hamba kepada Allah dan menghadapnya Allah kepada hamba. Dalam menghadap Allah terdapat samua buah amal perbuatan yang tersebut sebelumnya, dan semua buah amal perbuatan itu menghadap kepada Allah di dalam shalat.
Syah Waliyullah, Al-Dihlawt: Shalat adalah induk amal, obat penyembuh (ma’jun). Shalat juga merupakan sebab besar bagi timbulnya cinta Allah dan rahmat-Nya. Jika shalat telah menyatu dalam diri seseorang, ia akan lebur dalam cahaya Allah, dan dosa-dosanya pun diampuni. ia pun akan terhindar dari bencana-bencana yang disebabkan oleh kebiasaan (buruk). Shalat merupakan cara paling utama untuk melatih jiwa rendah agar tunduk kepada akal dan mengikuti keputusannya.
Dikutip dari buku Buat Apa Shalat? Karya Haidar Bagir.
Dr. Salahuddin Sopu.