Dr. Salahuddin Sopu
Upah Kerja
Abi Ishaq al-Jibniyani
Upah Kerja Abu Bakr al-Suyuthi, salah seorang sahabat Abi Ishag, bercerita:
Kami, saya dan Abu Ishaq, kerap kali bekerja sebagai buruh pengumpulan zaitun. Bila upah kami dibayarkan kepada kami, ia selalu mengurangi upah itu dan berujar: “Aku takut bahwa kita tidak bekerja dengan sempurna, maka bagaimana bisa kita minta dibayar sempurna?”
Inilah Lelaki yang menegakkan mizan untuk dirinya di dunia sebelum mizan dilaksanakan untuknya di akhirat.
Atau, katakanlah: Ia lelaki yang mengetahui ilmu musyahadah bahwa Allah memandangnya, sehingga ia juga memandang-Nya.
Ini contoh penafsiran sabda Nabi saw. mengenai derajat tertinggi keberagamaan, yaitu ihsan:
“engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya. Jikapun engkau tak bisa melihat-Nya, sesungguhnya Dia senantiasa melihatmu.”
Banyak gambaran serupa lainnya dari orang-orang besar Allah yang menghiasi lembaran dunia dan wajah kehidupan.
Bagaimanakah keadaan kita hari ini dibandingkan dengan itu?
Keadaan kita malah telah menjadi benar-benar bertolak belakang.
Alih-alih: “Aku takut bahwa kita tidak bekerja dengan sempurna, maka bagaimana bisa kita minta (dibayar) sempurna?” biasanya malah jadi: “Sebesar mungkin upah dengan sedikit mungkin kerja.”
Padahal, terjemahan itu dengan hakikat: “Sebesar mungkin terbukanya aib di hadapan Allah pada Hari Kiamat”.
Dikutip dari kitab Min Ma’arif al-Sadah al-Shufiyyah karya Syekh Muhammad Khalid Tsabit.