Berbaik Sangka Kepada Sang Maha Pencipta

0
244

Prof. Dr. H. Muh. Suaib Tahir, Lc. MA.

Berbaik Sangka Kepada Yang Maha Pencipta

Husnuzan dalam kehidupan sehari-hari sangat penting, sebab banyak konflik-konflik, permusuhan, pembunuhan timbul dikarenakan oleh sebuah prasangka.

Konflik Islam-Kristen di Indonesia sedikit banyak dipengaruhi oleh prasangka buruk satu sama lain, di pihak Muslim mencurigai adanya Kristenisasi, di sisi Kristen menganggap sebagai pihak yang terhegemoni.

Akhirnya prasangka itu pecah menjadi konflik antar umat beragama di beberapa tempat di Indonesia.

Bersikap husnuzan tidak hanya kepada sesama manusia, tetapi juga kepada Allah Swt.

Husnuzan sejatinya adalah bagian dari sikap mental atau ungkapan hati yang mencerminkan sebuah keyakinan dan keteguhan seseorang kepada takdir Allah Swt.

Husnuzan pada Allah merupakan anjuran bagi setiap mukmin, sebab segala sesuatu yang telah ditetapkan oleh Allah tentu merupakan bentuk dari kasih dan sayangNya kepada makhluk.

Dalam sebuah hadits Qudsi yang diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi SAW. bersabda,

يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى: أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي

”Sesungguhnya Allah berfirman, “Aku menurut prasangka hamba-Ku.

Huznuzon sangat berkaitan erat dengan optimisme, Sikap ini akan membawa sinergi kekuatan berpikir seseorang sehingga ia terus terdorong melakukan yang dicita-citakan.

Orang yang optimis tidak menyangkal jika mereka sedang diterpa musibah, mereka menganggapnya sebagai ujian dari Allah.

lalu memandang ujian tersebut sebagai sarana untuk mengembangkan kapasitas diri, meneguhkan kesabaran, dan memperbanyak rasa syukur.

Sebaliknya bersikap pesimis akan membuat seseorang tersandera oleh rasa sedih dan kekhawatiran yang tak berasalah.

Pikiran dan keyakinannya tertanam bahwa ia tidak mampu melakukan apa-apa.

Lagipula secara psikologis, kesehatan dipengaruhi oleh 70% pola pikir.

Orang yang berpikiran positif jiwanya menjadi tenang dan tubuh menjadi rileks.

Kondisi ini pula yang mempengaruhi tekanan darah menjadi stabil dan ritme jantung sesuai dengan irama alaminya.

Manusia cenderung memaknai kebahagiaan dengan mengharuskan Allah selalu memberikannya nikmat yang menyenangkan kepadanya.

Padahal, mengenai apa yang buruk dan baik untuk manusia Allah sudah berfirman dalam Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 216,

كُتِبَ عَلَيْكُمُ ٱلْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَّكُمْ ۖ وَعَسَىٰٓ أَن تَكْرَهُوا۟ شَيْـًٔا وَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ ۖ وَعَسَىٰٓ أَن تُحِبُّوا۟ شَيْـًٔا وَهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ ۗ وَٱللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.

Secara tegas Allah mengingatkan kepada hambaNya, bahwa tidak semua yang kita senangi itu baik bagi kita, dan tidak semua yang kita benci itu buruk bagi kita.

Ini adalah pertanda agar kita jangan menggunakan standar akal dan perasaan kita dalam menyikapi keadaan yang terjadi.

Ayat terakhir menegaskan bahwa Allah yang Maha Tahu, sedangkan pengetahuan manusia sangat terbatas.

Maka, dari ayat ini, kita perlu menanamkan dua sikap, yaitu husnuzon dan tawakkal kepada takdir Allah.

Jika manusia tidak merefleksikan sikap ini dalam hidupnya, dampaknya bisa menjalar ke ranah sosial.

Ia menjadi gemar melimpahkan kesalahan kepada pihak lain atas keburukan yang menimpa dirinya.

Alih-alih melakukan instropeksi diri, orang yang suuzon akan selalu menyalahkan orang lain, bahkan Tuhan sekalipun.

Karena itu, berbaik sangka kepada Yang Maha Pencipta merupakan langkah pertama untuk membangun karakter manusia yang santun.

Ketika mindsetnya sudah terbentuk secara positif, ia akan menjadi manusia yang punya empati kepada sesama sekaligus menjadi hamba yang taat dan rajin bersyukur kepada ketetapan Allah.

ddi abrad 1