AG. Prof. Dr. H. A. Syamsul Bahri AG., Lc. MA.
SEMANGAT BERHIJRAH
Bulan Muharram bagi umat Islam difahami sebagai awal bulan tahun Hijrahnya Nabi Muhammad SAW. dari Makkah ke Madinah, yang sebelumnya bernama “Yastrib”.
Sebenarnya kejadian hijrah Rasulullah tersebut terjadi pada malam tanggal 27 Shafar dan sampai di Yastrib (Madinah) pada tanggal 12 Rabiul awal.
Adapun pemahaman bulan Muharram sebagai awal bulan untuk tahun Hijrah Nabi, karena bulan Muharram adalah bulan yang pertama dalam tanggal Qamariyah yang oleh Sayyidina Umar bin Khattab, yang ketika itu beliau sebagai khalifah kedua sesudah Sayyidina Abu Bakar, dijadikan titik awal mula perhitungan tanggal atau tarikh bagi umat Islam dengan diberi nama Tahun Hijriah.
Tentunya kita dapat merasakan bedanya peristiwa penyambutan tahun baru Masehi dan tahun baru Islam (Hijriah).
Tahun baru Islam disambut biasa-biasa saja, jauh dari suasana meriah, tidak seperti tahun baru Masehi yang disambut meriah termasuk oleh masyarakat muslim sendiri.
Sebagai titik awal perkembangan Islam, seharusnya umat Islam menyambut tahun baru Islam ini dengan semarak, penuh kesadaran sambil muhasabah diri, merenungkan apa yang telah dilakukan dalam kurun waktu setahun yang telah berlalu.
Tapi ada satu kelebihan yang masih banyak dilakukan di beberapa tempat termasuk di Negara Republik Indonesia dalam memperingati tahun baru Islam (Hijriah), yaitu pada penghayatan makna peringatan itu sendiri untuk dapat dijadikan sebagai sarana muhasabah diri.
Sebaliknya, di awal tahun baru Masehi, pada umumnya yang ditonjolkan hanya aspek yang berkaitan dengan duniawi, kulit luarnya sahaja.
Kebanyakan manusia yang terlena oleh momen pergantian tahun. Waktu penting yang seharusnya dijadikan sarana muhasabah diri, malah telah disalahgunakan sebagai sikap melampaui batas, berhura-hura semalam suntuk hingga terbit matahari.
Bukannya untuk mendekatkan diri memohon ampun kepada Allah SWT, tapi malah sebaliknya, mengatas namakan kegembiraan, mereka melupakan nikmat Allah dengan menggelar kemungkaran dan sikap-sikap yang membawa kehancuran dan amarah Allah. nauzubillahi min dzalik.
Dalam bahasa Arab, hijrah biasa dimasukkan sebagai pindah atau migrasi.
Tafsiran hijrah disini difahami sebagai awal perhitungan tanggal Hijriyah, sehingga setiap tanggal 01 Muharam ditetapkan sebagi hari besar Islam.
Memang, sejak hijrahnya Rasulullah ke Yatsrib, sebuah kota subur, terletak 400 kilometer dari Makkah, Islam lebih memfokuskan pada pembentukan masyarakat muslim yang Sentosa, aman dan damai di bawah pimpinan Rasulullah.
Itulah sebabnya kota Yastrib dirubah namanya menjadi Al-Madinah yang bermakna “ketamadunan” atau kota atau lebih tenar lagi disebut kota Rasulullah.
Inilah satu nilai yang sangat penting kenapa hijrah dijadikan sebagai titik awal terbitnya fajar baru peradaban umat Islam.
Terbitnya fajar baru ini berkat hijrah. Maka hijrah dengan demikian selalu membuat perubahan. Hijrah merupakan usaha dan semangat besar manusia yang ingin merubah masyarakat yang beku menjadi manusia yang maju, sempurna dan bersemangat.
Jadi inti dari peringatan tahun baru Hijrah adalah pada soal perubahan, maka ada baiknya momen pergantian tahun ini kita jadikan sebagai masa untuk merubah menjadi lebih baik. Itulah fungsi peringatan tahun baru Islam.
Ada tiga (3) pesan perubahan dalam menyambut tahun baru hijrah ini, yaitu:
1. Hindari kebiasaan-kebiasaan lama termasuk perkara-perkara yang tidak bermanfaat pada tahun yang lalu untuk tidak diulangi lagi di tahun baru ini.
2. Amalkan amalan-amalan kecil secara istiqamah, dimulai sejak tahun baru ini yang nilai pahalanya luar biasa disisi Allah SWT, seperti membiasakan shalat dhuha (2) raka’at, membaca al-Quran, bersedekah dan berbicara benar dan santun.
3. Usahakan dengan niat yang ikhlas karena Allah, agar tahun baru ini jauh lebih baik dari tahun kemarin dan membawa banyak manfaat bagi keluarga maupun masyarakat muslim lainnya.
Berbicara tentang perkembangan Islam, tentu tidak boleh lepas dari peristiwa hijrah Rasulullah dari Makkah ke Madinah.
Dakwah Nabi di Makkah pada waktu itu banyak mengalami rintangan berupa tantangan dan ancaman dari kaum musyrikin dan kafir Quraisy.
Selama waktu (12) tahun sejak Nabi diutus, dakwah Rasulullah tidak mendapat sambutan menggembirakan, bahkan sebaliknya banyak menghadapi terror, pelecehan, penghinaan, dan ancaman dari kaum musyrikin dan kafir Quraisy yang diketuai oleh paman Nabi sendiri, yaitu Abu Lahab.
Karena itu, Rasulullah diperintahkan Allah SWT untuk pindah (hijrah). Akhirnya, beliau meninggalkan kota kelahirannya Makkah, berhijrah ke kota Madinah.
Di Madinah, Nabi dan para sahabat Muhajirin mendapat sambutan hangat oleh kaum Anshar (penduduk asli Madinah).
Agama Islam pun mengalami perkembangan amat pesat. Dalam kurun waktu relatif singkat, hanya sekitar (8) tahun, suara Islam mulai bergema ke seluruh penjuru alam dan Islam pun berkembang meluas ke seluruh pelosok permukaan bumi.
Karena itu tidak mengherankan jika peristiwa hijrah merupakan titik awal bagi perkembangan Islam dan bagi pembentukan masyarakat muslim yang telah dibangun oleh Rasulullah.
Menurut para pakar sejarah, masyarakat muslim, kaum Muhajirin dan Anshar, yang dibangun Rasulullah SAW. di Madinah merupakan contoh masyarakat ideal yang patut dicontoh, penuh kasih sayang, saling bahu-membahu dan lebih mengutamakan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi, kepentingan negara daripada kepentingan kelompok atau individu.
Karena itu, tidak mengherankan jika Khalifah Umar bin Khattab menjadikan peristiwa hijrah sebagai awal perhitungan tahun baru Islam, yang kemudian dikenal dengan tahun baru Hijriah,
Allah berfirman, dengan tafsirnya:
“Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kalian dari seorang lelaki dan seorang perempuan dan menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, supaya kalian saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu” (Al-Hujurat [49]: ayat 13)
Umat manusia kadang-kadang terjebak kepada sesuatu yang bersifat jangka pendek, dan melupakan sesuatu yang bersifat jangka panjang.
Manusia sering tergesa-gesa dan ingin cepat berhasil apa yang diinginkannya, sehingga tidak sedikit yang menempuh jalan pintas.
Islam menekankan bahwa hidup ini adalah perjuangan dan dalam berjuang pasti banyak tantangan dan rintangan.
Bagi kita umat Islam di Indonesia, sudah tidak relevan lagi berhijrah berbondong-bondong seperti hijrahnya Rasulullah, mengingat kita sudah bertempat tinggal di negeri yang aman, di negeri yang dijamin kebebasannya untuk beragama.
Namun kita wajib untuk hijrah dalam makna “hijratun nafsiah” dan “hijratul amaliyah” yaitu perpindahan secara spiritual dan intelektual, semangat dan kesungguhan dalam beribadah, perpindahan dari kebodohan kepada peningkatan ilmu, dengan mendatangi majelis-majelis ilmu, perpindahan dari kemiskinan kepada kecukupan secara ekonomi, dengan kerja keras dan tawakal.
Pendek kata niat yang kuat untuk menegakkan keadilan, kebenaran dan kesejahteraan umat sehingga terwujud “rahmatal lil alamin” adalah tugas suci bagi umat Islam, baik secara individual maupun secara kelompok.
Tegaknya Islam dibumi Nusantara ini sangat tergantung kepada ada tidaknya semangat hijrah tersebut dari umat Islam itu sendiri.
Semoga dalam memasuki tahun baru Hijrah Hijriah ini, semangat hijrah Rasulullah SAW., tetap mengilhami jiwa kita menuju kepada keadaan yang lebih baik dalam segala bidang, sehingga predikat yang buruk yang selama ini dialamatkan kepada umat Islam akan hilang dengan sendirinya, dan pada gilirannya kita diakui sebagai umat yang terbaik, baik agamanya, baik kepribadiannya, baik moralnya, tinggi intelektualnya dan terpuji, amin.