Qushay Bin Kilab

0
41

Prof. (HC.) Dr. H. Muh. Suaib Tahir, Lc. MA.

Mengenal Qushay bin Kilab, Buyut Nabi yang Pluralis nan Kontroversial

Qushay bin Kilab merupakan kakek buyut Rasulullah SAW. dan leluhur dari Suku Quraisy.

Dalam catatan sejarah, ia dikenal sebagai tokoh pertama pembangun kebesaran Makkah sebelum Nabi Muhammad SAW.

Meskipun catatan sejarah mengungkap bahwa Qushay bin Kilab merebut Makkah dengan cara yang “kontroversial”, namun model kepemimpinannya patut diperhatikan.

Qushay bin Kilab dilahirkan pada tahun 400 M dan bergelar mujammi atau pemersatu karena berhasil menyatukan kabilah-kabilah Quraisy di Makkah.

Sebelumnya, berbagai kabilah ini tinggal terpisah-pisah, mereka membentuk koloni-koloni kecil di puncak bukit. Mereka terpojok oleh orang-orang Khuza’ah yang saat itu memiliki kuasa besar atas daerah Makkah.

Qushay bin Kilab ingin agar suku-suku Quraisy itu bersatu.

Dalam prosesnya, Qushay bin Kilab sadar bahwa untuk menguasai Makkah tidak cukup hanya sekedar mempersatukan koloni saja, tapi juga sembari menyingkirkan kelompok-kelompok lain, di antaranya adalah komunitas Shufah, Suku Khaza’ah, dan Bani Bakar.

Ketiga kelompok tersebut cenderung “memonopoli” proses ibadah haji di Makkah dan terkesan “otoriter”.

Shufah misalnya adalah komunitas yang memegang kuasa peribadatan di sekitar Ka’bah. Bagi orang-orang yang berhaji pada waktu itu, Shufah menjadi pihak yang dianggap paling berwenang dalam memimpin peribadatan.

Misalnya, para jemaah haji tidak akan melempar jumrah sebelum Shufah melemparnya terlebih dahulu.

Para Shufah kemudian menjelma bak ‘imam’ yang dikultuskan dan tidak boleh ditentang pendapatnya.

Ia kemudian melobi tokoh-tokoh Quraisy dan Kinanah dan memprovokasi mereka untuk mengusir mereka dari Makkah.

Tokoh-tokoh Quraisy dan Kinanah merespon positif seruannya.

Perang pun tidak terhindarkan dan kemenangan diraih oleh Qushay bin Kilab atas suku Shufah.

Tetapi dua suku lain, Khaza’ah dan Bani Bakar tidak tinggal diam. Bersama Shufah, mereka bersatu untuk menggagalkan upaya Qushay menguasai Makkah.

Pertempuran pun terjadi kembali, korban dari kedua belah pihak sangat banyak.

Hingga pada akhirnya mereka memilih gencatan senjata dan memilih melakukan perjanjian damai.

Dalam catatan Sirah Nabawiyah yang ditulis Ibnu Hisyam, perjanjian damai itu ditengahi oleh seorang hakim bernama Ya’mur bin Auf.

Secara tak terduga, Ya’mur pun memutuskan dengan keputusan yang juga sangat kontroversi waktu itu.

Dia memberi tiga pernyataan yang salah satunya memutuskan bahwa Qushay bin Kilab menjadi penguasa yang sah di Makkah.

Qushay akhirnya berhasil menguasai Makkah seutuhnya.

Ia juga tercatat sebagai manusia pertama yang menguasai lima hal potensial di Makkah yaitu menjamin minum para jamaah haji, menjamin makan para jamaah haji, menjamin keamanan Makkah, pemegang otoritas deklarasi perang, serta pemegang otoritas dewan musyawarah di Makkah.

Di tangan Qushay-lah suku Quraish akhirnya mampu berkumpul di sekitar Kakbah setelah sebelumnya tinggal terpisah-pisah.

Menariknya, selama Qushay bin Kilab berkuasa, dia menjamin tradisi setiap suku yang tinggal di sekitar Makkah.

Agama, tradisi, dan kebiasaan para bani di sekitarnya tidak boleh diubah. Semisal keluarga Shafwan, ‘Adwan, Nas’ah, Murrah bin Auf, mereka semua dijamin oleh Qushay bin Kilab untuk melanjutkan tradisi mereka.

Karena kebijakannya yang pluralis itu, Qushay bin Kilab menjadi orang pertama dari Bani Ka’ab bin Luay yang menjadi pemimpin yang ditaati kaumnya.

Ia memangku seluruh kehormatan Makkah, menjadi pemimpin Makkah, dan menempatkan setiap kaum dari Quraisy pada posisinya di Makkah sebagaimana sebelumnya.

Sepintas, cara Qushay menguasai Makkah memang sangat kontroversial, namun sebenarnya model penaklukan semacam itu memang sangat lazim di Arab saat itu.

Di luar konflik antar suku itu, cara kepemimpinan Qushay bin Kilab bisa dikatakan pluralis dan mengedepankan persatuan dengan menjamin tradisi-tradisi mereka.

Semangat kepemimpinan pluralis Qushay bin Kilab kemudian dilanjutkan oleh keturunannya, Rasulullah Muhammad SAW.

Piagam Madinah menjadi bukti kepemimpinan pluralis yang dipraktikkan oleh Rasulullah di Madinah.

Nabi menjamin eksistensi tradisi dan agama yang terlebih dahulu sudah ada di Madinah serta melarang diskriminasi di antara mereka.

Prinsip pluralitas ini yang harus kita pegang sampai sekarang.

ddi abrad 1