TASAWUF RAMADAN (12)
PUASA TAHALLI (g)
ZIKIR DI PUNCAK
Oleh: Husain Alfulmasi
Sebagaimana disebutkan dalam tulisan sebelumnya zikir umumnya diartikan menyebut dan mengingat. Saat seseorang menyebut sesuatu maka saat itu pula ia mengingat sesuatu itu.
Begitu pula ketika seseorang menyebut nama Allah, maka saat itu dia sedang mengingat Allah.
Demikian pula sebaliknya di saat seseorang mengenal Allah biasanya diikuti dengan menyebut nama-Nya.
Zikir seyogianya dilakukan kapan dan di mana saja tidak mengkhususkan waktu dan tempat, tidak juga mengkhususkan momen dan kesempatan tertentu.
Zikir semestinya dilakukan di saat seseorang berada di puncak senang dan bahagia. Karena saat itulah Allah juga memberi nikmat secara maksimal.
Sebaliknya, zikir tidak hanya dilakukan pada saat kita berada di puncak derita. Fakta kejadian yang kerap terjadi baru pada saat seseorang berada di puncak derita, baru pula saat itu dia memperbanyak zikir kepada Allah.
Zikir acapkali dilakukan pada saat seseorang berada di puncak sedih dan duka. Saat itu dia benar-benar berada di puncak pengharapan kepada pertolongan Allah SWT.
Allah-lah satu-satunya tempat mengadu dan mencurahkan isi hati atas gundah dan lara yang sedang melanda.
Momen itu dia merasa sangat dekat dengan Allah nyaris tidak ada lagi hijab antara dia dengan Allah.
Sungguh sangat diharap zikir di puncak gundah gulana itu juga dilakukan di puncak gembira dan suka.
Adalah sikap yang amat disukai oleh Allah ketika seseorang mampu berzikir di saat gembira dan suka mencapai puncaknya.
Zikir di kala itu merupakan bukti ekspresi rasa terima kasih dan syukur yang tak terhingga kepada Allah SWT.
Dalam kenyataan kehidupan kita, hampir setiap orang melakukan zikir di saat dia berada dalam keadaan tak kuasa sama sekali.
Segala kelebihan dan kehebatan yang dimiliki raib dari genggamannya. Kekuasaan tak lagi disandangnya, penghormatan dari para bekas bawahannya tidak ada lagi, dan kursi singgasananya pun sudah berpindah kepada orang lain.
Karena itulah seringkali diingatkan dari para pendakwah agar tetap berzikir di saat berada di puncak kuasa justru saat berada di puncak kuasa itulah zikir dimaksimalkan; baik dalam bentuk lisan maupun tindakan.
Kekuasaan yang sedang dalam genggaman adalah kesempatan untuk menciptakan kebaikan sebanyak mungkin semakin banyak kebaikan yang kita ciptakan, semakin banyak pula investasi kebaikan yang kelak kita akan nikmati.
Pemandangan yang nyaris sama kita biasa saksikan yaitu banyak orang baru bersungguh-sungguh berzikir pada saat dia berada di puncak lemah.
Barulah dia sangat mengharap bantuan dari Allah saat dia tak bisa lagi berbuat apa-apa. Mulai kekuasaan, harta, fisik dan kemampuan semua sudah berada di titik nadir lemah.
Karenanya, kencangkan dan maksimalkan zikir saat berada di puncak kuat. Tapi, idealnya di puncak manapun kita berada, zikir (menyebut nama dan mengingat Allah) mesti terus-menerus digumamkan. Bukankah Allah Maha Ada dimanapun kita berada dan apapun keadaan kita?
Polewali, 12 Maret 2025.