Menyikapi Hoax

0
166

Hoax = Kabar bohong

Saat ini, kita berada di era yang diperbincangkan oleh ilmuwan dan akademisi sekira 20 hingga 25 tahun lampau. Ya, era globalisasi dan arus informasi atau era disrupsi. Sebuah era, di mana perubahan begitu cepat, informasi viral dalam sekedipan mata, dengan begitu mudahnya didapatkan, bahkan tak perlu dicari. Ia datang menghampiri, menelisik masuk ke ruang-ruang paling pribadi kita melalui pori-pori paling halus dinding kediaman kita.

Kondisi tersebut mengharuskan kita untuk memiliki kemampuan filtrasi yang baik, agar kita mampu membedakan mana informasi yang baik mana yang hanya sampah.

Islam sebagai sebuah agama yang universal sejak awal kehadirannya telah menuliskan resep, bagaimana manusia, terkhusus umat Islam, menyikapi situasi dan kondisi demikian.

Formula itu tertuang dengan sangat apik dalam kitab suci-Nya:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنْ جَاۤءَكُمْ فَاسِقٌۢ بِنَبَاٍ فَتَبَيَّنُوْٓا اَنْ تُصِيْبُوْا قَوْمًاۢ بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوْا عَلٰى مَا فَعَلْتُمْ نٰدِمِيْنَ

Wahai orang-orang yang beriman, jika seorang fasik datang kepadamu membawa berita penting, maka telitilah kebenarannya agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena ketidaktahuan(-mu) yang berakibat kamu menyesali perbuatanmu itu. (QS. Al-Hujurat/49/6)

Latar kisah yang menjadi penyebab turunnya ayat di atas adalah ketika Rasulullah saw mengajak seseorang yang bernama Al-Harits untuk masuk Islam. Setelah diajak oleh Baginda Rasul ia pun menyatakan diri masuk Islam dan pulang kepada kaumnya untuk menyeru mereka memeluk Islam. Dan, saat itu juga Rasulullah saw mengajak untuk menunaikan zakat, dan disepakati oleh Al-Harits.

Ketika waktu telah tiba, Rasulullah saw mengutus seorang sahabatnya bernama Walid bin Uqbah untuk mengumpulkan zakat yang telah dijanjikan. Namun, di dalam perjalanan hati Walid bin Uqbah menjadi gentar dan kembali ke Rasulullah saw sebelum mendatangi tempat yang seharusnya dituju.

Sekembalinya, ia kemudian mengarang cerita atau berita bohong atau hoax, bahwa Al-Harits tidak mau menyerahkan zakat dan mengancam membunuhnya.

Mendengar cerita tersebut, Rasulullah saw mengutus seorang sahabat lainnya mengunjungi Al-Harits, ternyata utusan itu bertemu Al-Harits di tengah perjalanan menuju ke tempat Rasulullah saw dengan membawa zakat yang telah dijanjikan. Setelah bertemu Rasulullah saw, Al-Harits kemudian menuturkan kisah sesungguhnya.

Tak berselang lama, turunlah QS. Al-Hujurat ayat 6, yang mengandung racikan sikap bagi kaum muslim agar senantiasa mengedepankan tabayyun (konfirmasi dan verifikasi) dalam menyikapi informasi yang terdengar oleh telinga kita dan terbaca oleh mata kita.

Karena, ketidakbijakan merespon sebuah kabar, bisa saja membawa petaka bagi seseorang atau sebuah kelompok yang tak tahu menahu pasal apa yang menjadi penyebab kemalangan menimpa mereka.