Terapi Maaf

0
230

Saya yakin Anda kerap mendapat ucapan momen hari raya “𝙈𝙤𝙝𝙤𝙣 𝘿𝙞𝙗𝙪𝙠𝙖𝙠𝙖𝙣 𝙋𝙞𝙣𝙩𝙪 𝙈𝙖𝙖𝙛 𝙎𝙚𝙡𝙪𝙖𝙨-𝙇𝙪𝙖𝙨𝙣𝙮𝙖”. Entah adagium itu muncul sebelum lebaran atau pasca hari kemenangan.

Ucapan itu biasanya dari kawan melalui WAG via hp yang sifatnya generic (ditujukan untuk umum). Bahkan ada juga hanya memfoward gambar dan teks dari orang lain (copy paste), seolah tak ada sentuhan personal dan aura sama sekali.

Bukankah perangai ini hanya membuang-buang waktu saja alias basa-basi belaka?

Iya, sepertinya membiarkan energi tergerus tanpa efek?

Mengapa bisa demikian?

Sebab memohon & membalas ucapan ‘maaf’ sifatnya generic tanpa jelas kepada siapa diarahkan & dialokasikan taklimatnya.

Minta maaf kok gak jelas destinasinya.

Mereka menunggu amnesti dan belas kasihan pada publik, tapi tidak transparan haluan tembaknya.

Tidak eksplisit didistribusikan untuk siapa kisanak-nya.

Percumee…, kata Upin & Ipin, saudara kita di negeri Jiran (Malaysia).

Mungkin ini yang disebut jelmaan putih dan hitam.

Sebongkah racikan kata-kata indah terukir di kaca jendela, tapi buram.

Jejeran “larik-larik alegorinya” entah siapa ditujukan.

Maaf merupakan ungkapan penyesalan hati atas kekhilafan yang telah dilakukan.

Dalam KBBI, kata “maaf” terpahat sebagai pembebasan seseorang dari hukuman dan penyesalan. Ketika seseorang mengatakan “ᴀᴅᴅᴀᴘᴇɴɢᴇɴɢɴɢᴀ’ ɴᴅɪ”, berarti orang tersebut ingin terbebas dari 𝐋𝐎𝐏𝐏𝐎 𝐍𝐀 𝐀𝐓𝐀𝐒𝐒𝐀𝐋𝐀𝐍𝐆 𝐍𝐀 (beban hukuman atau kesalahan).

Biasanya, maaf diucapkan karena dua hal. 𝙋𝙚𝙧𝙩𝙖𝙢𝙖, benar-benar menyesal dan yang 𝒌𝒆𝒅𝒖𝒂 untuk meredam masalah.

Seringkali orang meminta maaf karena ingin menumpas ion-ion masalahnya, banyak menganggap maaf dapat menyelesaikan masalah. Ternyata, permintaan maaf dalam circle ini justru menimbulkan kerumitan & kekusutan baru. Memang, masalah dan rintangan tak akan pernah berhenti menghampiri anak cucu Adam!

Meminta maaf atas kesalahan yang diperbuat adalah suatu sikap dewasa yang bijak dan dianjurkan oleh agama.

Dengan meminta maaf seseorang telah menunjukkan benar-benar menyesali perbuatannya.

Terkadang seseorang meminta maaf pada kawannya, bukan karena ia punya salah, tapi karena ia tak ingin menyakiti orang-orang yang ia sayangi.

Syahdan, minta maaf memang berat untuk dilakukan. Dalam banyak referensi selevel “Lontarak Bugis” dikatakan bahwa 𝗠𝗔𝗥𝗔𝗝𝗔 𝗔𝗗𝗗𝗔𝗠𝗣𝗘𝗡𝗚 hanya dimiliki oleh satuan adiluhung dan para sang juara sejati”.

Mengaku salah diiringi permohonan maaf, pertanda jiwa ksatria nan elegan. Berani mengubah kesalahan ke arah perbaikan merupakan langkah awal menuju kejayaan!

Aku yakin, masa depan tergantung pada catatan permintaan maaf yg saling mengikhlaskan. Hanya saja tidak sedikit orang berjabatan tangan sebagai wujud saling maaf memaafkan, tapi tidak menghadirkan hatinya untuk ikut bersalaman.

Intinya adalah seseorang yang pernah berbuat salah, harus secara jantan mengakuinya dan meminta permohonan maaf.

ddi abrad 1