Maulud Nabi Dan Pentingnya

0
52

AG. Prof. Dr. H. A. Syamsul Bahri AG., Lc. MA.

Sambutan Maulud Nabi Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam pertama kali diselenggarakan oleh Muzaffaruddin, Abu Said Kukburiy (w 630H), penguasa kota Irbil yang terkenal arif dan bijaksana.

Sedangkan pencetus ide (mubadarah) sambutan Maulud adalah Sultan Shalahuddin Yussuf Al-Ayubi (w 589H), sosok pemimpin Islam yang pernah mengalahkan pasukan Nasrani dalam Perang Salib. Seperti disebutkan dalam Kitab al-Bidayah wa al-Nihayah.

Kemudian menjadi tradisi umat Islam Ahli Sunnah Waljama’ah menyelenggarakan sambutan Maulud Nabi dari tahun ke tahun hinggalah ke hari ini.

Di tengah perkembangan era revolusi industry 4.0 dan kemunculan Masyarakat smart (sosiety 5.0) masa ini yang tidak jarang memperlemah semangat keimanan umat Islam, maka peringatan Maulud Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam menjadi sangat penting.

Selain dimaksudkan untuk mencontohi akhlak dan muamalah nabi Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam, peringatan Maulud juga untuk memberikan motivasi kepada umat tentang pentingnya perjuangan yang lebih besar.

Yakni berjuang melawan kemungkaran dan kemaksiatan yang mengundang segala musibah dan bencana termasuklah munculnya virus corona baru yang digelar covid-19 yang membingungkan dunia dalam mengatasinya dan kesannya hingga ke hari ini.

Memperingati Maulud Nabi Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam bermakna meneladani jejak langkah muamalah yang telah digariskan oleh sunnah Rasulullah yang telah diwariskannya.

Baginda adalah teladan hidup yang menyemai banyak kebaikan dalam rangkaian keindahan dan kebahagiaan hidup.

Keteladanan yang akan senantiasa layak diikuti setiap generasi dari semua generasi sekarang maupun yang akan datang.

Perjalanan sejarah hidup (sirah) baginda melalui berbagai fase yang penuh kemandirian dan perjuangan.

Semua perjalanannya juga dihiasi dengan keluhuran sikap dan ketinggian budi pekerti dan akhlakul karimah.

Rasûlullâh yang lahir sebagai seorang yatim kemudian mampu menunjukkan berbagai hal tersebut di atas semenjak masa kanak-kanaknya, seperti yang tersirat dalam surah al-Dhuha.

Dalam diri Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam terkumpul sifat-sifat utama yaitu rendah hati, lemah lembut, jujur, tidak suka mencari-cari cacat orang lain, sabar, tidak angkuh, santun dan tidak mudah mabuk pujian.

Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam selalu berusaha melupakan hal-hal yang tidak berkenan di hatinya dan tidak pernah berputus asa dalam berusaha (al-lu’lu’ al-maknun_Musa al-Azimiy).

Oleh sebab itu Nabi Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam adalah tipe ideal bagi seluruh kaum muslimin.

Hal ini sesuai dengan firman Alah SWT dalam al-Qur’an surat al-Ahzâb: 21, Tafsirnya:

“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasûlullâh itu suri teladan yang baik bagimu yaitu bagi orang yang mengharap (rahmat) Allâh dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut Alah.”

Menurut berbagai riwayat, pada masa remajanya, Muhammad yang tinggal dengan pamannya Abu Talib, melakukan pekerjaan yang biasa dikerjakan oleh mereka yang seusianya.

Baginda memulai mengasah mentalitas keusahawanannya dengan menjadi penggembala kambing untuk orang-orang Mekah di masa kanak-kanaknya.

Dengan menjadi penggembala, baginda mendapatkan upah, guna meringankan sedikit beban yang ditanggung oleh pamannya.

Baginda ingin berpenghasilan dan dapat hidup mandiri. Tidak mau berpangku tangan hanya sekedar bermain-main saja.

Sebagai belia, anak muda yang jujur dan punya harga diri, baginda sama sekali tidak suka berlama-lama menjadi tanggungan pamannya yang memiliki beban keluarga besar.

Sebuah pekerjaan yang kemudian mengantarkan baginda untuk lebih banyak merenung dan berfikir tentang keadaan kaumnya.

Kaumnya yang masa itu terjerumus dalam berbagai bentuk kejahiliyahan, menyembah berhala, mengamalkan riba, minum minuman keras serta pelbagai macam kesenangan (hedonisme) dan hiburan sepuas-puasnya tidak menarik minat Muhammad remaja sedikitpun.

Jiwa bersihnya yang selalu mendambakan kesempurnaan (al-kamaal) menyebabkan baginda menjauhi sifat foya-foya, yang biasa menjadi kesukaan utama penduduk Mekah ketika itu.

Baginda mendambakan cahaya hidup yang akan lahir dalam segala manifestasi kehidupan yang luhur, dan yang akan dicapainya hanya dengan dasar kebenaran.

Kenyataan ini dibuktikan dengan julukan yang diberikan masyarakat kepadanya dan bawaan yang ada dalam dirinya.

Itu sebabnya, sejak masa kanak-kanak gejala kesempurnaan, kedewasaan dan kejujuran hati sudah tampak pada dirinya, sehingga penduduk Mekah semua memanggilnya al-Amîn (yang dapat dipercaya).

Bulan Rabi’ul Awal merupakan bulan ekspresi kecintaan kepada Nabi Muhammad.

Hari-hari pada bulan ini banyak digunakan untuk mengenang kebesaran dan jasa-jasanya.

Baginda adalah manusia pilihan Allâh Subahanahu wata’ala, dialah manusia mulia yang telah menunaikan amanah, menyampaikan risalah, membina umat, dan membebaskan manusia dari penyembahan kepada berhala (syirik) menuju pada penyembahan kepada Allâh Yang Maha Esa (tauhid).

Kita kembali memasuki bulan Rabi’ul Awwal, bulan yang di dalamnya pernah dilahirkan seorang manusia pilihan (Mustafa) untuk menyempurnakan risalah yang telah dibawa sejak nabi Adam ‘alaihi salam.

Rasanya tepat bagi kita bermuhasabah sejenak, kembali merenungi pribadi agung tersebut agar kita dapat kembali kejalan yang benar.

Wujud cinta kita kepada Rasûlullâh selalu kita patrikin dalam hati sanubari. Kita buktikan dengan mudah mengikuti Sunnah dan ajaran agamanya.

Rasulullah selalu menganjurkan berbuat baik (muamalah hasanah) kepada semua orang, dengan segera kita melaksanakannya.

Ketika Rasulullah menyuruh kita sopan santun, jujur, adil, bersikap pemaaf, maka dengan gairah, kita menyambut dan melaksanakan perintah itu.

Sehingga dalam kadar tertentu kita telah menjadikan Rasûlullâh sebagai figur yang mesti diteladani dalam segala komponen kehidupan.

Bahkan Rasûlullâh adalah ushwatun hasanah atau teladan yang baik.

ddi abrad 1