Penculikan Anre Gurutta Ambo Dalle

0
344
Pandangan keagamaan dan kebangsaan DDI

AG. Prof. Dr. H. A. Syamsul Bahri AG., Lc., MA.

Peristiwa Penculikan Anre Gurutta

Perjalanan hidup terus bergulir dengan segala dinamika yang mengiringinya.

Hingga pada suatu hari, tepatnya tanggal 18 juli 1955, mobil yang dikemudikan oleh Gurutta Abdullah Giling, sopirnya merangkap juru tulis beliau, dicegat sekelompok orang bersenjata lengkap di Desa Belang-Belang, Maros.

Awalnya, Abdulllah Giling mengira pasukan tersebut  adalah TNI yang sedang latihan perang-perangan.

Ketika mobil berhenti, anggota pasukan bersenjata itu membuka topi bajanya dan berhamburanlah rambut panjang melampaui punggung pemiliknya, ciri khas pasukan pejuang Darul Islam.

Yakinlah mereka kalau sedang dihadang oleh pejuang DI/TII pimpinan Kahar Muzakkar.

Waktu itu DI/TII memang banyak mengajak kaum ulama untuk dibawa masuk ke hutan dan dijadikan penasehat Kahar Muzakkar.

Yang menolak akan diambil secara paksa (diculik) seperti yang terjadi pada AGH Abd. Rahman Mattammeng.

Pasukan gerombolan tersebut tidak memberikan kesempatan Gurutta Ambo Dalle untuk berbicara dan langsung dinaikkan ke atas usungan.

Gurutta lalu dibawa masuk ke hutan yang menjadi basis perjuangan mereka untuk bergabung dengan anak buah Kahar Muzakkar.

Niat pimpinan DI/TII itu untuk menculik Gurutta Ambo Dalle memang sudah lama.

Ketika Gurutta dihadapkan kepada Kahar Muzakkar, tokoh ini tampak gembira, “Alhamdulillah, Gurutta sudah di tengah-tengah kita, Insya Allah dengan doa Gurutta, perjuangan kita akan mencapai kemenangan,” kata Kahar Muzakkar.

Di dalam hutan, dengan pengawalan yang cukup ketat dari para gerilyawan, Gurutta sama sekali tidak punya peluang untuk keluar dari hutan dan kembali ke kota.

Maka, terbersitlah pikiran Gurutta agar lebih baik melanjutkan misi pendidikan dan dakwah  seperti yang ia cita-citakan sejak kecil.

Pengajian dilakukan pada anggota DI/TII dan keluarganya di hutan.

Gurutta Ambo Dalle dengan faham Ahlu Sunnah Wal-Jamaah tampaknya mendapat
benturan dengan sebagian anggota Kahar Muzakkar yang menganut faham Wahabi dan sebagiannya lagi tidak menghiraukan mazhab.

Maka tidak mengherankan jika sering
terjadi konflik antara beliau dengan Kahar Muzakkar dan pengikut setianya termasuk
ulamanya dari Jawa.

Pada tahun 1963, Operasi Kilat yang dilancarkan oleh pemerintah (TNI) semakin menekan pergerakan DI/TII itu sehingga kekuatan mereka kian lemah dan terpecah-pecah.

Gurutta pun tidak pernah lagi mendapatkan pengawalan seperti sebelumnya.

Hal itu digunakan oleh Gurutta untuk mencari kontak dengan TNI dan berusaha keluar dari hutan, karena mengikut firasatnya perjuangan ini tak akan lama lagi berakhir karena telah dinodai dengan hal-hal yang tidak menunjang perjuangan memartabatkan Islam lagi.

Beliau berhasil dijemput oleh TNI dipimpin keluarga dan tetangganya sendiri di Parepare yaitu Andi Patonangi yang memang sudah lama mencarinya dan langsung dibawa menghadap Panglima Kodam XIV Hasanuddin waktu itu Kolonel Andi Muhammad Yusuf.

Pertemuan itu sangat mengharukan dan suasana hening pun terjadi dalam ruangan,
layaknya pertemuan seorang anak dengan orang tuanya yang sudah lama memendam
rindu, baru berjumpa setelah berpisah sekian lama.

Sungguh banyak hal yang bisa dipetik
dari pengalaman selama di hutan, namun yang pasti Gurutta tidak pernah terbesik
hatinya anti NKRI, malah beliau lebih mengedepankan pendidikan dan kerja dakwah disamping berdoa Semoga beliau sekeluarga dapat kembali ke pangkuan DDI di Parepare.

AGH Ambo Dalle menganggap bahwa penculikannya masuk hutan merupakan cobaan yang sungguh berat beliau pernah lalui.

Namun pendidikan dan dakwah tidak boleh
terganggu, karena itulah kenikmatan kehidupan beliau sejak di singkang lagi (malasai Gurutta nareko de nappaguru).

Hakikatnya, Gurutta tidak pernah terpikirkan sebelumnya akan diculik di Maros itu, karena waktu itu beliau ke Makassar dari Parepare tujuannya
untuk bertemu dengan Gubernur dan sekaligus hendak mengirimkan bantuan keuangan kepada Gurutta Abdul Qadir Khalid yang sedang belajar di Cairo Mesir ketika itu.

Gurutta sering melafazkan “iculika” saya diculik.

Berbeda dengan saya masuk Golkar karena
terlebih dahulu saya sembahyang istikharah dan mendapat isyarat taufiq dari Allah SWT.