Jangan Remehkan Nilai Keindahan

0
169

 

Cerita Rumi yang saya kutip di bawah, mengingatkan saya pada peristiwa yang saya alami. Waktu itu, saya heran dan kaget sekali. Kira-kira 50 meter dari Wisma Nusantara, kedutaan besar Arab Indonesia – Mesir, dan tempat para mahasiswa Al-Azhar beraktivitas, saya mendengar suara yang agak lain-lain.

Ternyata itu suara azan yang berkumandang dari masjid yang tidak jauh dari situ. Saya langsung teringat ke legenda penyanyi wanita Mesir Ummu Kaltsum. Di tengah kekagetan saya, dan seakan mengetahui kekagetan saya itu, seorang mahasiswa Indonesia menjelaskan kepada saya, “ya begitu itu keadaaan azan di Mesir. Azan kan memanggil orang untuk shalat. Jadi suara (panggilan) azan di sini, seperti itu.” Panggilan seakan menyuruh di sini, hei, anu….”

Alkisah, ada seorang muazin bersuara jelek. Dia mengumandangkan azan di sebuah negara yang penduduknya tidak beriman. Apa pun yang mereka katakan, tidak pernah didengarkannya. Sang muazin terus mengumandangkan azan.

Suatu hari seorang kafir datang membawa sebuah baju, sebatang lilin dan sepotong kue. Si kafir berteriak sambil mencari-cari sang muazin, “Di manakah sang muazin? Karena dengan mendengarkan suara azannya, jiwaku bertambah damai.” Orang-orang riuh berkata, “Hai sadarlah, siapa yang akan merasa damai ketika mendengar suara jelek muazin itu?”

Si kafir memberitahu niat aslinya datang ke tempat sang muazin. “Aku mempunyai seorang anak perempuan yang ingin masuk Islam. Aku sedih mendengarnya. Lalu ketika dia mendengar suara azan dari sang muazin yang bersuara jelek, mengetahui bahwa ada kebiasaan seperti dilakukan oleh seorang Muslim seperti dia, seketika anakku berubah pikirannya. Yah, hal yang tidak bisa dilakukan orang lain, muazin itu telah melakukannya,” jelas si kafir membawakan hadiah-hadiah untuk si Muazin.

Dari kisah di atas, kita dapat menyimpulkan betapa pentingnya menerapkan nilai keindahan untuk dapat meraih kebaikan maksimal. Mengabaikan mereka yang memberikan usulan positif dan masukan baik kepada kita sama saja bahwa kita tengah menyumbat telinga. Bila kita mau berlapang dada, menerima setiap masukan mereka, kita akan menjadi pribadi baik karena terus-menerus memperbaiki kesalahan yang ada. Perkataan seperti “Tidaklah penting apa yang mereka pikirkan tentangku” bagaikan memberi kode yang salah pada otak, seperti menemukan ular di dalam tas. Menganggap remeh masukan dari teman dekat hanya akan mendatangkan akhir yang buruk.

ddi abrad 1