Menjaga Rahasia

0
198

Pada dasarnya, rahasia diketahui untuk dijaga. Beratnya menjaga rahasia karena sering dihadang oleh situasi yang mengarahkan kita mengungkapkannya. Butuh keteguhan hati untuk terus menjaganya. Jika dibandingkan dengan menjaga amanah harta, menjaga rahasia jauh lebih berat. Jika tidak bisa amanah menjaga rahasia, lebih baik jangan mendengarnya. Itu jauh lebih baik daripada hanya merasa terbebani dengan rahasia itu.

Kita sering menyaksikan orang yang bersahabat hingga seolah tak ada lagi yang tersembunyikan di antara keduanya karena saling percaya. Hingga di suatu saat ketika mereka berselisih atau beda kepentingan, rahasia masing-masing menjadi semacam “amunisi” untuk menyerang sahabatnya. Pasangan suami-istri ketika bercerai tak jarang ada yang saling mengumbar aib. Sikap amanah tergadaikan dengan mengumbar rahasia orang demi menggapai kepentingan tertentu.

Jika menjaga rahasia adalah sebuah kewajiban, maka mengumbar rahasia adalah terlarang, karena pasti akan berbuntut buruk kepada pemilik rahasia. Pengumbar rahasia telah “menelanjangi” pemilik rahasia. Oleh karena itu, jaga rahasia kita dan jangan mudah mengumbarnya kecuali kepada orang yang memang amanah. Salah satu pesan Ali ibn Abi Thalib menyatakan, “Rahasiamu adalah tawananmu. Jika engkau menceritakannya, niscaya engkau telah menjadi tawanan rahasiamu”. Kita memulai dari diri sendiri untuk menjaga rahasia pribadi dan keluarga. Berlanjut kepada orang lain yang mengetahui rahasia orang lain untuk menutupinya. Dalam konteks ini, seorang yang beriman identik dengan kemampuan menjaga amanah dan menepati janji (QS. al-Mu’minun: 8). Dengan begitu, membocorkan rahasia sahabat adalah bentuk kemunafikan.

Adalah sosok sahabat Huzaifah ibn al-Yaman dapat kita jadikan salah satu teladan dalam menjaga rahasia. Selain kecerdasan dan dedikasinya, ia sangat pandai menyimpan rahasia. Daftar nama-nama orang munafik disampaikan Rasulullah Saw hanya kepadanya. Ia dipercaya memonitor tindak-tanduk orang-orang munafik tersebut agar kaum Muslimin terhindar dari perbuatan buruk mereka. Saking amanahnya menjaga rahasia, sahabat Umar ibn Khatthab pun dikabarkan pernah mengorek rahasia titipan Rasulullah Saw tersebut kepada Huzaifah ibn al-Yaman. Maksud Umar tiada lain hanya untuk mengecek apakah dirinya termasuk golongan munafik tersebut. Namun, Huzaifah tidak membocorkannya. Hingga kini pun rahasia itu tetap terjaga dan menjadi miliknya semata.

Ibrahim Muhammad al-‘Ali dalam bukunya, “Huzaifah ibn al-Yaman Amin Sirr Rasulillah”, menginformasikan karakteristik dan sejumlah riwayat terpercaya tentang keistimewaan Huzaifah ibn al-Yaman. Rahasia yang terjaga itu menjadikannya sebagai rujukan utama jenazah yang pantas dishalatkan, karena tidak mungkin ia menshalatkan orang munafik. Jika ada orang yang meninggal sepeninggal Rasulullah Saw, kebanyakan sahabat memerhatikan apakah shalatnya dihadiri oleh Huzaifah atau tidak (h. 267). Jika ia hadir, maka ia pun turut menshalatkannya. Peristiwa terkait lainnya adalah ketika Umar tengah memegang tampuk kekhalifahan, ia mencoba mengorek Huzaifah apakah ada pegawai atau bawahannya yang munafik. Ia hanya menjawab, “ada satu orang”, tetapi tidak menyebutkan namanya dengan dalih itu adalah amanah dari Rasulullah Saw. Ia istiqamah menjaga rahasia, meski yang menanyainya adalah seorang figur pemimpin.

Contoh lain menjaga rahasia ditunjukkan oleh sahabat Abu Bakar ra. Ketika itu, Umar ibn Khatthab mendatanginya menawarkan putrinya, Hafsah, untuk diperistri oleh Abu Bakar. Sahabat ini hanya diam tidak memberikan respons, sehingga Umar merasa kecewa dan marah dengan sikap diamnya. Selanjutnya, ketika Rasulullah Saw telah meminang Hafsah sebagai istrinya, barulah Abu Bakar menceritakan rahasia yang diketahuinya bahwa sikap diam dan penolakannya dilatari oleh keinginan Rasulullah Saw memperistri Hafsah yang suaminya gugur di Perang Badar. Suatu saat, Aisyah juga pernah penasaran menanyakan apa yang dibisikkan Rasulullah Saw kepada putrinya (Fatimah) yang terlihat tersenyum bahagia kemudian menangis terharu. Fatimah baru merespons pertanyaan Aisyah sepeninggal Rasulullah Saw bahwa kala itu Beliau mengisyaratkan sisa hidupnya yang tidak akan lama lagi.

Dalam situasi tertentu dan demi kemaslahatan, rahasia seseorang bisa saja dibuka. Sebagai contoh, seseorang yang semasa hidupnya senang berbuat baik semisal sedekah tetapi dirahasiakannya ke banyak orang, hanya orang tertentu yang mengetahuinya. Dalam situasi tersebut, membuka rahasia kebaikan adalah dibolehkan karena mengandung maslahat buat orang banyak. Sikap buruk tidak elok direspons dengan membongkar rahasianya. Istiqamahlah menjaga rahasia!