Beberapa waktu kita membaca di berbagai media bahwa seorang perempuan yang bercadar dan tidak memiliki identitas masuk ke halaman istana dan membawa pistol yang langsung ditodongkan kepada petugas di dalam area istana.
Saya tidak ingin membahas siapa perempuan itu apakah dia terhubung dengan jaringan terorisme seperti Jamaah Anshor Daulah atau Mujahidin Indonesia Timur tetapi saya ingin berbicara tentang kenapa perempuan terlibat dalam aksi dan kegiatan terorisme dan kenapa seorang teroris nekad melakukan tindakan tersebut.
Pertama; Biasanya aksi terorisme itu dilatarbelakangi dengan dendam misalnya ledakan Bali tahun 2001 yang dilatarbelakangi kemarahan kelompok terorisme akibat penangkapan terhadap beberapa anggota jaringannya di negara-negara lain.
Demikian pula aksi-aksi terorisme yang terjadi di belahan dunia lainnya umumnya disebabkan karena balas dendam terhadap aparat keamanan yang melakukan penangkapan terhadap jaringan mereka. Beberapa waktu lalu kita membaca di berita Elshabab bertanggung jawab terhadap aksi bom di Somalia itu juga disebabkan karena dendam kelompok itu terhadap aparat keamanan.
Kedua; tidak menutup kemungkinan sikap nekat yang dilakukan perempuan ini sebagai balas dendam terhadap jaringannya atau idolanya misalnya beberapa bulan lalu tokoh MIT di Poso juga ditangkap dan aparat keamanan meminta mereka yang masih berkeliaran dalam hutan agar menyerahkan diri belum lagi penangkapan beberapa bulan terakhir terutama selama masa pandemi karena terlibat dalam perencanaan aksi terorisme.
Hal ini tentu menjadi catatan bagi mereka untuk menyusun langkah-langkah dalam rangka melakukan balas dendam. Jika memang perempuan ini terkait dengan jaringan terorisme yang ada di Indonesia.
Ketiga; fenomena lone wolf atau srigala tunggal memang masih massif terutama setelah ISIS kalah di Irak dan Suriah. Mereka yang belum sempat ke suriah dan Irak tetapi sudah terpapar dengan paham-paham radikal terorisme pasti akan melakukan aksi.
Ini bukan saja di Indonesia tetapi juga terjadi di negara lain. Hampir semua aksi-aksi terorisme ini pelakunya adalah lone wolf, artinya mereka tidak berafiliasi kepada satu kelompok tetapi mereka sudah terpapar dengan paham radikal terorisme sehingga nekad melakukan aksi.
Keempat; dalam beberapa bulan terakhir beberapa aksi terorisme dilakukan oleh perempuan. Di Sumatera Utara pada bulan maret 2022 lalu seorang perempuan menabrakkan motornya ke kantor polisi karena katanya ingin masuk surga dan meyakini bahwa Habib Riziq Syihad adalah nabi.
Peristiwa ini mirip dengan apa yang dilakukan oleh seorang perempuan bernama Zakiah Aini pada Maret 2021 yang juga nekat menerobos mabes polri dengan membahwa senjata tajam hanya ingin menjadikan aparat sebagai target.
Kemudian beberapa tahun lalu seorang perempuan juga ditangkap dalam perjalanan ke istana Presiden dengan membawa bahan peledak.
Dan yang terakhir yang terjadi di Istana dimana seorang perempuan bercadar memasuki halaman istana dengan membawa pistol dan menargetkan aparat atau mungkin juga presiden sebagai target kekerasan.
Kelima; keterlibatan perempuan dalam jaringan radikal terorisme muncul sejak ISIS tampil di Suriah dan Irak sebagai satu-satunya kelompok teroris yang mendeklarasikan sebuah negara khilafah.
ISIS memandang bahwa kelompok-kelompok keras selama ini yang anti barat seperti Alqaeda menghindari perempuan sebagai salah satu alat untuk melakukan tindakan terorisme karena itu ISIS memandang bahwa perempuan harus dilibatkan dalam tindakan-tindakan amalia atau aksi terorisme karena beberapa hal yang mendukung kemungkinan seorang perempuan digunakan sebagai pengantin dalam aksi terorisme.
Faktor budaya, masyarakat kita masih sangat menghormati kedudukan perempuan sehingga pemeriksaan dan kecurigaan terhadap kaum perempuan dalam hal kekerasan tidak sebanding lurus dengan kecurigaan terhadap laki-laki karena itu perempuan dianggap lebih berpotensi melakukan aksi terorisme di manapun dan di tempat manapun.
Di Surabaya dan Makassar misalnya yang melibatkan istri dan anaknya tentu tidak menimbulkan kecuirgaan tetapi nyatanya mereka adalah pelaku begitupula beberapa tahun lalu di Filipina dimana sepasang suami istri juga meledakkan diri di tempat umum dan aparat keamanan tidak menaruh curiga karena ada perempuan di situ.
Perempuan dianggap memiliki posisi tawar rendah dibanding laki-laki artinya perempuan lebih rentan terhadap paham-paham radikal karena itu menjadi target utama kelompok radikal untuk merekrut perempuan masuk ke dalam jaringannya
Dari sisi ekonomi , perempuan sering kali menjadi pihak yang dimarginalkan terutama dalam hal keuangan apalagi jika dalam keluarga yang tidak mampu maka perempuanlah yang sangat merasakan penderitaan karena itu mereka sangat rentan dipengaruhi.
Dan yang terakhir perempuan sering dipersepsikan sebagai makhluk yang irasional artinya perempuan cenderung mengedepankan perasaan dalam segala hal dibanding menggunakan logika karenanya dengan mudah direkrut dan didoktrin untuk melakukan tindakan kekerasan atau aksi terorisme.
Keterlibatan perempuan dalam aksi-aksi terorisme dan banyak kaum perempuan yang terpapar dengan paham-paham radikal bukan saja yang ada di Indonesia tetapi juga kini berada di kamp–kamp pengungsi di Irak dan Suriah tentu sangat menyedihkan karena seperti yang kita pahami perempuan semestinya menjadi tiang dalam agama dan rumah tangga yang akan membina dan membangun masa depan anak-anak bangsa tetapi justru mereka banyak yang terlibat dalam kegiatan-kegiatan radikal terorisme.
Agama apapun terutama Islam menempatkan perempuan dalam posisi yang sangat tinggi bahkan salah satu pesan Rasullullah Saw sebelum wafat adalah menjaga perempuan–perempuan kita karena perempuan memiliki peran yang sangat besar dalam membangun generasi-generasi agama dan bangsa di masa yang akan datang, maka sangat disayangkan jika perempuan terlibat dalam aksi kekerasan yang sangat bertentangan dengan fitrah mereka sebagai seorang perempuan.