Sepakat Lebaran 1 Syawal

0
156

Di negeriku, sejak dulu umat Islam sepakat berlebaran pada tgl 1 Syawal, cuma berbeda hari. Kok bisa!

Itulah keanehan & keeksentrikan sketsa umat Islam di negeriku.

Asal muasal ketidaknormalan ini muncul setiap tahunnya dari kebijakan punggawa ormas keagamaan, masing-masing mengeluarkan dekrit 1 Syawal yg harinya berlainan.

Punggawa ormas keagamaan-lah yg mengibarkan panji-panji lebaran sesuai selera yg diinginkan (waktunya). Lantas, umatnya pun bagai kerbau dicucuk hidungnya seraya mengikut apa kata sang hulubalang.

Bahkan dalam hal ‘kekusutan’ sekalipun, umatnya tetap fanatik dan setia menuruti atmosfer Punggawa mereka. Demikian prinsip warganya terhadap doktrin keagamaan yg diperoleh selama ini.

Aku melihat semangatnya sepanjang kepentingan belaka. Dan kepatuhannya cuma seumur kursi kepemimpinan penghulunya.

Muhammadiyah dan NU masing-masing memiliki selera tinggi menentukan kapan jatuhnya hari Raya Idul Fitri.

Jemaah berambut pirang An-Nadzir pun memiliki predisposisi lain, inginnya memisahkan diri ut menetapkan lebaran 1 Syawal. Sementara tarekat Naqsyabandiyah ikut2an mengelola dan menata sendiri ritme Syawalannya.

Kocak sekali ritme lebaran di negeriku. Sebab, para Junjungan ormas keagamaan seenaknya menentukan sendiri-sendiri lebaran Idul Fitrinya, hancur Minah!

Berantakan semuanya,

Umat bingung tentukan arah dan tujuan.

Keluhan jiwa kolokium terus membara.

Tersiksa oleh luka perbedaan hulubalang,

Tak mudah meredam fragmen janggal ini.

Akal sehat kini bagai sudah sekarat.

Daya pikir pun mulai meredup menyaksikan keegoan para gembong-gembong ormas keagamaan selalu mementingkan kelompok mereka.

Lampu merah sudah menyala, umat Islam Indonesia tergerus warna.

Coba Anda investigasi ulang, kok 1 Syawal boleh “diinterpretasi harinya” sesuai konsesi dan pranata Lembaga keagamaan masing masing.

Hanya di negeriku kemelut awak ormas keagamaan yang ‘gairu ma’qul’ ini. Alamak!

Aku sdh mencoba keliling melihat benua besar, nun jauh di sana tak ada perbedaan 1 Syawal yg signifikan bagi penduduknya.

Tdk ada polemik dan kegaduhan dalam menentukan lebaran 1 Syawal.

Tapi kok di negeriku yg ranking 1 jumlah penduduk Muslim terbanyak di dunia, justeru dedengkot ormas keagamaan kerap memperlihatkan KADDORO’nya masing-masing. WEEE NDO’E, ADDAMPENGENGNGI ATA’ TA.

Jika 1 Syawal bisa diimplementasikan shalat ‘Id selama 2 hari secara berturut-turut. Ini Tidak masuk akal sehat.

Sampai2 ada salah seorang temanku (mubaligh) memanfaatkan peluang besar ini ut mendapatkan pundi-pundi rupiah.

Ketika Ormas Muhammadiyah lebaran lebih dulu, temanku ikut menjadi khatib ala Muhammadiyah.

Esoknya, giliran NU berlebaran, ia pun pergi lg khatib Idul Fitri di ronde kedua. Sehingga temanku dua kali mendapat serangan ISE’ PAJJAGGURU’ bertubi-tubi dari panitia lebaran.

Mereka menerima amplop putih mungil berstempel ‘honor khatib lebaran’. TUWO SI DUAMPULENG anggota e.

Lincah dan hebat temanku yg satu ini. Prinsip “Gerakan bawah tanah” ia praktikkan. Diam-diam melaju kencang tanpa diketahui rencana awal.

Semangatnya tak pernah menepi, ikut mengubah keterpurukan jadi kejayaan sementara.

Demi membawa sebongkah angpao khatib untuk keluarga.

Ketidakkompakan NU dan Muhammadiyah beserta ormas keagamaan lainnya, ia jadikan sebagai kesempatan emas berkreasi untuk menghasilkan uang.

Seandainya di negeriku lebaran 3 hari berturut turut seperti thn 1995 yg silam, temanku pun suka peluang berharga ini.

Memang, terkadang situasi terburuk bisa menjadi kesempatan terbaik loh.

Inilah yang dialami temanku bercerita sambil tertawa terkekeh-kekeh, meski banyak mengeluarkan gumpalan liur layaknya burung walet. Tapi sayang, tidak NA BAYARKAN KA’ KOPI SUSUKU ketika bertemu di warkop. NANRE BUAJA ha ha ha.

Sungguh hebat temanku menggali potensi yang tersirat,

Mewujudkan ion-ion keyakinan tergurat,

Untuk melenyapkan kesempitan melarat, kendati di pelupuk matanya melihat beberapa juragan ormas keagamaan saling bercakar-cakaran.

Boleh jadi lembaga keagamaan tsb tidak akan pernah akur hg kiamat dunia, laksana pertikaian Israel vs Palestina.

Di nusantaraku, sejak dulu komunitas Muslim mufakat & sependapat ber-Idul Fitri pada 1 Syawal, hanya saja berlainan harinya. Sungguh mengherankan!

Kok 1 Syawal berbeda hari…!!!

Mana mungkin satu Syawal bisa dua hari? Dari mana Program Studi ini dipelajari?

Ketahuilah, semenjak benda-benda langit berputar gasing, belum pernah terjadi angka satu Syawal itu dua hari. Tanggal satu Syawal ‘permanen satu hari’. Selamanya “tetap satu” hingga bumi mengalami goncangan dahsyatnya suatu saat.

Sekali lagi, kalender angka satu Syawal bukan dua hari. Orang setengah waras pun mengakui wujud ini, apalagi orang yang sempurna akal dan sehat bugar.

Ada yang tidak beres ‘garis haluannya’ di sini.

Pasti ada salah satu yang keliru takarannya.

Iya, aku yakin ada yang menyimpang barometernya.

Abnormal perlu dibawa ke laboratorium Prodia ut diperiksakan kenormalan jiwa raganya.

Kok 1 Syawal bisa dua hari.

Berani sekali mempermainkan anatomi Sunnah. Siapa gerangan yg suka berjingkrak jingkrak membuat keonaran umat kekinian?

Aku muak menyaksikan parade aneh-aneh ini.

Pertentangan ide, nyaris bagai Masyrik dan Magrib, atau seperti Kutub Utara dan Selatan. Coki na balao

Minyak dan air memang sulit disatukan. Masing-masing kimiawinya berbeda.

Zatnya tidak serupa & setakar, kendati dicoba berkali kali dilarutkan, TEKKO’MI NA PURU’ ILOLONGENG.

LANTA’ GOLO’ DE’ MUSITA.

Kultur kebersamaan ini dibunuh para dedengkot-dedengkot Lembaga keagamaan.

Perbedaan 1 Syawal di negeriku seakan-akan sengaja disetting. Aku melihat itu ada sesuatu yang tidak beres.

Seharusnya sesama pemrakarsa dan eksponen ormas keagamaan bisa lebih erat bergandengan tangan, bukan malah membuat renggang hubungan sesama Muslim.

Kulihat tak ada rasa persaudaraan lagi, yang muncul rasa benci.

Kusaksikan tak ada kedamaian lagi, yang muncul rasa dendam kusuma.

Pimpinan ormas keagamaan tak ada yang mau mengalah.

Padahal, idealnya mereka harus duduk bareng sambil menikmati kopi maccandu di warkop, lalu sama-sama menentukan 1 Syawal demi menjaga keutuhan umat Islam.

Solusi,

Aku tawarkan kepada Penghulu ormas keagamaan agar bisa kompak dan bersatu berlebaran setiap tahun:

Idealnya, tahun 2023 ini NU harus mengikuti kebijakan Muhammadiyah berlebaran. Sebaliknya, tahun 2024 giliran Muhammadiyah lagi mengikuti NU ber-idul Fitri. Begitu seterusnya selama bumi masih berputar, kan indah kebersamaan ini. Elok kekompakan mereka. SISULLE-SULLE saling mengikuti.

Teman-teman dari golongan Muhammadiyah, tak usah jauh-jauh hari mengumumkan waktu lebarannya, cukup satu atau dua hari menjelang hari H-nya baru diproklamirkan, agar umat tidak saling sindir menyindir jauh-jauh hari.

Kalau begini terus, pasrah ragaku bersandar di dinding ke-muak-an dan kejengkelan, menyimak sandiwara para punggawa ormas keagamaan yang suka membuat kontra satu sama lain.

Kelihatannya Penghulu ormas keagamaan duduk bersanding padahal berjarak, bagai jurang menganga yg mengkhawatirkan.

Negeriku gersang; penduduknya tandus nurani.

Tali persatuan rapuh diobok-obok ulah politik kotor dan dimakan gengsi ormas keagamaan.

Perbedaan demi perbedaan dibahas kalangan begundal-begundal ormas keagamaan, mencari benar atas kepentingan pribadi.

Duhai penghuni negeriku, sudahilah drama kocak ini. Bersatu dan kompaklah.

Wa’tasimû Bihablillâhi Jamî’an Walâ Tafarraqû (QS. Ali Imran: 103)

Kalau perbedaan berlarut-larut seperti ini, seolah-olah ajaran Islam belum fundamental dan sempurna, karena pemeluknya masih adu perbedaan tiada berakhir. Pimpinannya gengsi tuk berkoalisi.

Bukankah dengan bersatu dan kompak akan menghadirkan volume kekuatan maha dahsyat. Kita umat Islam akan tetap kuat dan tak terkalahkan oleh siapa pun dan oleh agama apa pun?

Persatuan Muslim adalah power (kejayaan), ketika ada kerja sama tim dan kolaborasi, hal-hal indah bisa dicapai.

Kadang-kadang hati saya tergelitik dan mencoba bertanya-tanya; Kenapa cuma 1 Ramadhan dan 1 Syawal setiap tahun diributkan?

Mengapa tidak termasuk disengketakan tgl 12 Rabiul Awal Maulid Nabi Muhammad, 27 Rajab Isra’ Mi’raj, 17 Ramadhan Nuzulul Quran, dan 1 Muharam Tahun Baru Hijriah. Kok ini tidak termasuk diperselisihkan?

Begitu pula tgl 17 Agustus, kenapa tdk pernah diperdebatkan waktunya.

Ala kulli hal,

Untuk apa mengumpulkan sejumlah ormas keagamaan, para pakar astronomi maupun ilmuwan kalau ujung2nya hanya mau berbeda lebaran.

Untuk apa memasang banyak titik pemantauan atau rukyat hilal di seluruh Indonesia jika akhirnya hanya menuai perselisihan.

Lucu sekali penghuni negeriku ini.

Pada umumnya, lazimnya segala sesuatu selalu diputuskan melalui sidang, kecuali 1 Syawal & Ramadhan. Justeru diputuskan sebelum diadakan sidang. Betul-betul, SISELE’I OTA’ LOPPO E.

Coba simak kekompakan pemeluk agama lain di tanah airku ini.

Hari Raya Natal dan Tahun Baru, Jumat Agung/Kematian Yesus, Hari Raya Nyepi, Tahun Baru Imlek, Waisak selalu akurat waktunya.

Pemeluknya pun tidak pernah berbeda pendapat. Selalu rukun, kompak dan harmonis, nyaris tiada perbedaan. Hebat.

ddi abrad 1