Jelang Akhir Ramadhan

0
185

Istilah “sepuluh hari terakhir” (al-‘asyr al-awakhir) bulan suci Ramadhan dimulai dari malam kedua puluh satu hingga akhir Ramadhan, baik jumlah harinya 30 atau 29 hari. Banyak riwayat shahih yang menjelaskan keutamaan sepuluh terakhir Ramadhan.

Riwayat Sayyidah Aisyah dalam Shahih al-Bukhari misalnya menyebut bahwa Rasulullah SAW fokus beribadah, begadang di malam harinya, dan mengarahkan keluarganya untuk beribadah. Jika dibandingkan dengan hari lain, beliau digambarkan berbeda ketika mengisi aktivitas ibadah di momentum akhir Ramadhan ini.

Aktivitas ibadah dalam riwayat tersebut bukan berarti Rasulullah Saw shalat semalam suntuk di setiap malamnya, karena amalan bisa saja berbentuk memperbanyak membaca al-Qur’an, berzikir, berdoa, bersedekah, saling berpesan dalam kebaikan, berbuat baik kepada orang terdekat, tetangga, dan selainnya.

Iktikaf adalah salah satu amalan sunnah di kesempatan itu yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw. Dalam referensi fikih disebutkan bahwa iktikaf adalah berdiam di masjid disertai dengan niat. Tujuannya adalah fokus beribadah kepada Allah Swt.

Penentuan awal dimulainya iktikaf ini terjadi perbedaan pendapat. Ada yang menyebut dimulai setelah masuk malam setelah hari kedua puluh Ramadhan. Ada juga yang menyatakan dimulainya setelah shalat subuh di malam kedua puluh satu Ramadhan.

Dalam situasi pandemi seperti ini, terutama di kawasan tertentu yang tingkat kerawanan penularannya masih tinggi, melakukan iktikaf di masjid yang banyak orangnya tentu patut diperhatikan. Menjaga protokol pencegahan penularan covid-19 tentu tidak boleh diabaikan. Dalam situasi demikian, ada ulama yang membolehkan beriktikaf di ruang khusus di rumah untuk menjadi tempat shalat.

Ada juga ulama yang menyatakan kalau dilaksanakan selain di masjid tidak dikatakan sebagai iktikaf karena rukun tempatnya (masjid) tidak ada, tetapi amalan-amalannya dapat saja dilakukan dan pahalanya tercatat di sisi Allah Swt sebagai iktikaf. Uraian tentang ini dapat juga dibaca dalam buku “Fikih Pandemi: Beribadah di Masa Wabah”-NUO (2020).

Fakta yang kita saksikan di tengah masyarakat bahwa banyak yang lebih mendatangi pusat perbelanjaan di akhir Ramadhan memang tak dapat dimungkiri. Mencermati situasi seperti ini tidak serta-merta kita bisa menilai mereka yang sibuk dengan aktivitas keseharian di sepuluh akhir Ramadhan telah menyia-nyiakan kesempatan, apalagi sampai menakar keimanan seseorang dengan itu. Kesemuanya bergantung pada situasi masing-masing orang.

Boleh jadi ada orang yang memang tuntutan kebutuhan harian diri dan keluarganya yang meniscayakannya melakoni kegiatan tersebut.Terlebih bahwa shalat tarawih bisa saja mereka lakukan di rumah bersama keluarganya. Kita harus tekankan juga bahwa iktikaf adalah amalan sunnah untuk menambah kedekatan diri kita kepada Allah Swt dan menambah pundi-pundi amal kita di sisi-Nya.

Secara umum, memang banyak di antara kita yang memang hanya menghabiskan waktu dengan berbelanja untuk persiapan berlebaran. Aktivitas yang seolah “sudah mentradisi”, yaitu berbaju baru di hari raya, dan semacamnya. Alasannya mungkin bahwa hari raya adalah hari kemenangan, hari kegembiraan, hari bersuka-cita, sehingga disimbolkan dengan pakaian baru.

Pakaian baru bisa saja bermakna simbolik akan itu semua. Hanya saja, itu bukanlah prioritas apalagi menjadi sebuah kewajiban, karena idul fitri tidak dinilai dengan berpakaian baru.

Indikator orang yang berlebaran adalah yang nilai takwanya semakin meningkat. Ia tidak diukur melalui pakaian ataupun kendaraan yang digunakannya, tetapi pijakannya adalah peroleh ampunan dari Allah Swt akan dosa dan salah yang pernah dilakukan.

Mari kita mengisi akhir Ramadhan ini dengan kegiatan positif yang mendekatkan kita kepada Allah Swt dengan tetap memelihara relasi sosial kita. Ramadhan tahun ini tersisa beberapa hari lagi. Bulan yang penuh kebaikan ini adalah ladang beramal kita.

Saya ingin mengutip sebuah syair yang dilansir Ibn Rajab dalam kitab Latha’if al-Ma’arif (h. 379) bahwa “Barang siapa yang tidak memanfaatkan ladangnya ketika waktunya bercocok-tanam, kelak dia hanya akan memanen angan-angan hampa dan penyesalan”.

ddi abrad 1