Pemikiran Islam Klasik

0
156
Tafsir Surah An-Nashr dan Al-Kafirun

Pada peringkat awal, kita dapati wujud berbagai-bagai aliran (firaq) atau mazhab seperti aliran aqidah, filsafat, tasawuf dan fiqhi.

Kelahiran aliran dalam bidang aqidah adalah disebabkan kesan yang timbul akibat pengaruh luaran yang berlaku di dalam masyarakat Islam.

Faktor utama yang menyebabkan perpecahan politik di kalangan umat Islam ialah perbedaan pendapat dalam pemilihan pemimpin (Imamah) dan karena masalah inilah lahirnya
aliran-aliran Khawarij, Syiah.

Setiap aliran mengemukakan hujah atau bukti mereka masing-masing yang berbentuk pemikiran yang menyentuh masalah Imamah.

Akhirnya lahir pandangan dan pegangan aliran mereka masing-masing dalam masalah usul dan aqidah (pegangan agama, keyakinan dan kepercayaan).

Tegasnya perbedaan dalam masalah Imamah merupakan sebab utama tercetusnya aliran berbentuk pemikiran aqidah.

Faktor ini juga telah meninggalkan kesan yang negatif terhadap perpaduan dan kesatuan umat Islam seterusnya.

Sementara itu, sebab utama kelahiran aliran filsafat pula ialah akibat meresapnya pengaruh pemikiran-pemikiran asing seperti pemikiran Mesir kuno, pengaruh agama-agama Timur
seperti Buddha, Brahma dan Zoroastar, di samping pengaruh dari agama Nasrani dan Yahudi serta filsafat Greek.

Akibatnya lahirlah dalam sejarah Islam alirang filsafat metafizik (al-Farabi,
Ibnu Sina dan Ibnu Rusyd), aliran filsafat fizik (Abu Bakar al-Razi) dan aliran filsafat Isyraqi (Illuminisme) yang terpengaruh dengan aliran filsafat Neo-Platonisme (al-Shurawardi al-Maqtul).

Di samping itu, kelahiran aliran dalam Tasawuf juga sebenarnya adalah akibat pengaruh dari pemikiran-pemikiran asing.

Antara aliran-aliran yang dikenali dalam bidang ini ialah: Aliran Tasawuf al-Farsiy dan Aliran Tasawuf al-Hindi (filsafat uluhiyah) yang dipengaruhi oleh Hindu,
Nasrani dan Neo-Platonism.

Adapun kelahiran mazhab-mazhab fiqh pula adalah disebabkan oleh beberapa faktor.

Antaranya, disebabkan perbedaan ijtihad di antara fuqaha mengenai hukum-hukum cabang (furu’) dan bukannya asas-asas hukum (usul-hukm) dalam Islam.

Semua ulama fiqh berpendapat bahwa perbedaan pendapat dalam perkara yang jelas hukumnya terdapat dalam nas al-Quran dan Sunnah adalah tidak dibenarkan.

Sedangkan perbedaan pendapat di
dalam perkara-perkara yang belum jelas hukumnya adalah dituntut serta dibenarkan pula berijtihad di dalam menentukan hukumnya.

Perbedaan pendapat dalam masalah hukum cabang ini pula adalah disebabkan perbedaan metodologi dan pemahaman yang mereka terima daripada Rasullah dan Sahabat.

Sebagian Sahabat menerima lebih banyak hadis daripada sahabat yang lain.

Perbedaan pendapat juga terjadi karena perbedaan pemahaman seseorang sahabat terhadap nas-nas yang diterima daripada Rasullah.

Begitu juga suasana sekitar boleh mempengaruhi sesuatupendapat.

Perbedaan dalam sesuatu hukum adalah semakin jelas apabila sahabat-sahabat
itu keluar ke kawasan-kawasan yang baru dibuka yang suasananya berbeda.

Ini boleh melahirkan pendapat yang berbeda di antara seorang sahabat dengan sahabat yang lain dalam satu masalah yang sama.

Pendapat-pendapat mereka inilah yang akan menjadi sumber maklumat hukum masyarakat setempat.

Pendapat-pendapat merekalah yang akan menjadi panutan penduduk-penduduk itu dan di sanalah akan bertapak pemikirannya.

Misalnya pendapat-pendapat Ibnu Mas’ud telah bertapak di Iraq dan pendapat-pendapat Sa’id bin Musayyab bertapak di Hijaz sementara pendapat Abdullah bin Amr Ibnu ‘As bertapak di Mesir.

Maka hasil dari pendapat-pendapat dan buah fikiran sahabat-sahabat yang berada di pelbagai tempat di pusat-pusat negara Islam itulah yang menjadi bahan pemikiran fiqh pada zaman berikutnya dan akhirnya melahirkan pelbagai mazhab fiqh di negara Islam.

Perlu dinyatakan bahwa perkembangan pemikiran fiqh di peringkat awal, setiap ulama mujtahid menghormati pandangan ulama yang lain.

Setiap pendapat dihormati orang pada zamannya dan diamalkan, tidak ada sikap fanatik terhadap pandangan tertentu atau golongan tertentu karena mereka sadar bahwa perbedaan yang timbul itu adalah hasil daripada ijtihad masing-masing yang berasaskan kepada sumber-sumber yang diakui oleh syara’ di samping mereka memandang kepada kemaslahatan yang diperlukan oleh masyarakat setempat.

Pada dasarnya perbedaan pendapat yang berlaku dalam bidang fiqh ini memberi kemudahan kepada setiap Muslim untuk mengamalkan hukum-hukum yang dianggap lebih sesuai dengan keadaan masing-masing dan lebih sesuai dengan suasana setempat atau sebuah masyarakat itu.

Jadi perkembangan fiqh adalah berhubung kait dengan perkembangan sebuah masyarakat.

Perkembangan ijtihad ini berlaku dalam semua bidang fiqh dari akhir abad ketiga Hijrah (abad ke-9 Masihi) hingga ke kemuncaknya pada abad keempat Hijrah(abad ke-10 Masihi) yang membawa kepada terbinanya mazhab-mazhab fiqhi yang dianut oleh majoritas umat Islam .

Dan akhirnya hanya empat Imam Mazhab saja yang diterima umum untuk diikuti pada masa itu dan mempunyai pengikut yang ramai, yaitu

Imam Hanafi (660 – 728 M),

Imam Malik (712– 802 M),

Imam Syafi’e (767 – 830 M) dan

Imam Ahmad bin Hanbal (782- 856 M).

Maka Dengan demikian timbullah zaman taqlid dalam bidang fiqhi terutama dalam bidang amaliyah ibadah.

Sikap taqlid yang lahir dalam masyarakat Islam memberi pengaruh besar terhadap perkembangan fiqh pada masa-masa berikutnya.

Ternyata apabila sikap ini diterima, maka kegiatan-kegiatan fuqaha dalam menyelesaikan persoalan hukum adalah berasaskan pemikiran-pemikiran mazhab-mazhab yang dianutnya.

Sikap prejudis terhadap mazhab mulai timbul dan sikap membela pandangan mazhab tertentu jelas kelihatan di samping terdapatnya tulisan-tulisan yang memuatkan kritikan-kritikan terhadap mazhab yang tidak dianutnya.

Karena itu perkembangan pemikiran fiqh pada masa itu terkadang tidak lagi objektif, malah ia merupakan usaha ke arah memberi penjelasan yang lebih lanjut terhadap imam-imam mazhabnya dengan membawa hujah-hujah baru demi untuk mempertahankan kebenarannya dan menimbulkan titik-titik kelemahan dalam mazhab yang lain.

Jadi karya-karya yang lahir pada masa itu adalah berupa ulasan-ulasan ringkas kepada fikiran-fikiran dan buku-buku yang ditulis oleh fuqaha sebelum itu dengan dibuat sedikit perbedaan pada cara penyampaian, penganalisaan dan aliran bahasa.

Sikap fanatisme yang dijadikan pegangan dalam kehidupan orang-orang Islam pada waktu itu banyak menjejaskan perkembangan ijtihad fiqh secara objektif.

Dan pendapat yang berbeda pula dijadikan sumber perbalahan di kalangan umat Islam, dan konsep ijtihad (berfikir ilmiyah) tidak lagi ditonjolkan.

Maka hasil dari perkembangan fikiran fiqh yang berlaku belakangan inilah yang banyak mempengaruhi perkembangan pemikiran fiqh di negara-negara Islam kini di mana ia banyak memberi rintangan terhadap perkembangan pemikiran fiqh dalam bentuk yang lebih luas.

Sikap fanatisme ini dapat melahirkan golongan yang ekstrim dan sikap fanatisme yang melampau.