AGH DAUD ISMAIL (1907-2006)

0
450
Pandangan keagamaan dan kebangsaan DDI

AG. Prof. Dr. H. A. Syamsul Bahri AG., Lc., MA

AGH Muhammad Daud Ismail seorang sahabat AGH Ambo Dalle dan sama-sama belajar dan mengajar di MAI Singkang tahun 1930-an dibawah bimbingan AGH Muhammad As’ad Bugis bersama beberapa ulama yang berkhidmat di MAI pada waktu itu.

Beliau dilahirkan di Cenranae Lalabata Kabupaten Soppeng 1907, anak dari pasangan H Ismail dan Hj Pompola.

Ketika AGH Ambo Dalle pindah ke Mangkoso 1938 mendirikan Madrasah Arabiah Islamiyah (MAI) Mangkoso atas panggilan Petta Soppeng, AGH Daud Ismail masih tetap di Singkang sebagai pembantu utama AGH Puang Haji Sade di MAI hinggalah beliau dilantik menjadi Qadi’
di kerajaan Soppeng.

Ketika menjadi Qadi di Soppeng pada awalnya masih sering ke Singkang dan mengajar di MAI Singkang bersama dengan AGH Muhammad Yunus Martan sebagai pembantu AGH Puang Aji
Sade (sebagai pendiri dan pimpinan MAI Singkang yang semakin maju dan santrinya yang melimpah dari seluruh pelosok nusantara).

Namun AGH Puang Haji Sade tidak mau membuka cabang diluar Singkang, jadi semua berpusat di Singkang.

Oleh itu MAI Mangkoso pimpinan
AGH Ambo Dalle bukanlah cabang dari MAI Singkang.

Pada tahun 1947 AGH Daud Ismail berjaya mengadakan maulid Akbar di Soppeng yang dihadiri oleh para Qadi dan ulama Ahli Sunnah Wal-jama’ah se Sulawesi.

Dicelah-celah zikra maulud itulah muncul ide baru, mereka usulkan pengembangan MAI Mangkoso dibawah kelolaan AGH Ambo Dalle yang sudah tersebar di beberapa tempat di Sulawesi.

Pengembangan dimaksud ialah supaya MAI Mangkoso di jadikan sebagai organisasi pergerakan pendidikan dan
dakwah yang bisa meluas ke seluruh nusantara.

Ini juga merupakan harsat pada ulama Bugis untuk memberi sumbangan kepada negara yang baru tiga tahun diproklamirkan kemerdekaannya.

Maka mereka sepakat mengusun nama Darud Da’wah Wal-Irsyad (DDI)
sebagai nama baru MAI Mangkoso dan seluruh cabang-cabangnya.

Para Qadi dan ulama sepakat bahwa DDI ini dipimpin oleh AGH Ambo Dalle (Pendiri MAI Mangkoso) dan wakilnya ialah AGH Daud Ismail, sementara AGH Puang Haji Sade menjadi penasehatnya.

Mereka tidak menyentuh MAI Singkang karena ia tidak memiliki cabang, hanya berpusat di Singkang, dan itulah prinsip AGH Puang Aji Sade hingga beliau meninggal tahun 1952.

Ketika wafat AGH Puang Aji Sade, maka sepakatlah para Pembina dan guru di MAI Singkang bahwa AGH Daud Ismail meneruskan kepemimpinan MAI Singkang sebagai ulama paling senior.

Ada AGH Ambo Dalle tetapi beliau sudah sibuk membangun DDI yang memiliki banyak cabang yang perlu segera diintegrasi menjadi sebuah organisasi pergerakan pendidikan dan dakwah.

AGH Daud Ismail kembali ke Singkang sebagai pimpinan MAI Singkang bersama AGH Muhammad Yunus Martan sebagai wakilnya.

Dan beliau terpaksa mengundur diri sebagai Qadi dan status pegawai departemen Agama RI Soppeng.

Beliau juga yang mengisytiharkan nama MAI Singkang berubah menjadi Asy’adiyah Singkang sebagai mengabadikan penghormatannya kepada nama pendirinya, yaitu Anre Gurutta Haji As’ad, rahimahullah.

Jadi nama DDI dan As’adiyah kedua-duanya ada kaitan dengan berkah usaha AGH Daud Ismail.

Dan uniknya lagi logo atau lambang keduanya dicipta langsung oleh AGH Abdul Rahman Ambo Dalle atas restu AGH Daud Ismail rahimahullah.

AGH Daud Ismail memimpin MAI Singkang dari 1952 hingga 1961 dan telah berubah nama menjadi Perguruan As’adiyah Singkang (sekarang Pesantren As’adiyah Singkang).

Dan seterusnya diteruskan kepemimpinan As’adiyah oleh AGH Muhamad Yunus Martan.

Ditangan Anre Gurutta inilah As’adiyah juga membuka cabang-cabang di daerah, hingga sekarang ini sudah ratusan madrasan/pesantren As’adiyah cabang, dan As’adiyah Singkang tetap sebagai pusatnya.

Setelah kembali ke Soppeng, AGH Daud Ismail bersama tokoh masyarakat mendirikan Yayasan Pendidikan Pesantren Yasrib di Bewoe Soppeng.

Pesantren ini juga tetap berkembang terutama setelah anaknya pulang dari Azhar Cairo, AGH Basri Daud yang meninggal dunia mendahului Ayah Beliau.

Kini Pesantren Yasrib AGH Daud Ismail masih tetap berkembang maju dibawah pimpinan cucunya, alhamdulillah.

AGH Daud Ismail merupakan ulama bugis yang awal menafsirkan al-Quran dalam Bahasa Bugis secara lengkap.

Kemudian AGH Muhammad Abduh Pabbajah (Qadi Allekkuang), hanya tafsir bugisnya dalam bentuk cd hasil pengajian beliau di Mesjid Raya Parepare sekitar tahun 1970-an dan awal 1980-an.

Tafsir Bahasa Bugis yang ketiga ialah yang ditulis oleh AGH Hamzah Mangguluang di As’adiyah Singkang.

MUI sulsel juga telah merampungkan tafsir Bahasa Bugis yang dipimpin oleh AGH Abdul Muin Yusuf (Qadi Sidenreng).

Pada akhir tahun 1960-an, Empat pimpinan Pesantren besar Sulsel telah bersepakat mencipta sebuah Hai’atu Takaful.

Mereka itu ialah AGH Ambo Dalle (DDI Parepare), AGH Daud Ismail (Yasrib Soppeng), AGH Yunus Martan (As’adiyah Singkang) dan AGH Junaid Sulaiman (Pesantren Hadis/Junaidiyah Bone).

Yang bertujuan untuk membentuk lembaga pendidikan tinggi yang diberi nama “al-Ma’had al-‘Ali li Dirasat Islamiyyah” disepakati sekretarisnya ialah AGH Muhamad Abduh Pabbajah.

Disamping itu, diadakan juga maulid akbar dan mi’raj akbar yang dihadiri oleh empat pesantren itu.

AGH Daud Ismail juga telah merestui situs DDI diletak di Soppeng sebagai pertanda bahwa nama DDI telah disepakati di Soppeng atas prakarsa beliau pada maulud akbar yang diadakan pada tahun 1947.

Walaupun dalam catatan sejarah DDI telah disepakati sebagai Milad DDI ketika AGH Ambo Dalle mendidikan MAI di Mangkoso tahun 1938.

Sama juga dengan As’adiyah Singkang dalam catatan sejarahnya dimulai pada tahun 1930 ketika AGH Puang Aji Sade mendirikan MAI Singkang bukan waktu beralih menjadikan nama “As’adiyah”.